otakatikawas!

otakatikawas!

TUGAS-3 : SAYA DAN PRASASTI CANGGAL DI MUSEUM NASIONAL INDONESIA a.k.a MUSEUM GAJAH

|

Nama : INAS RARAS MAHENINGTYAS
Kelas : XI IPA 1

Kunjungan ke Museum Gajah

Seusai bel tanda pulang sekolah SMA Labschool Kebayoran berbunyi, sekitar pukul 13.00 hari Jum’at, 20 Mei 2011, Saya dan sebagian besar teman-teman saya dari kelas XI IPA 1 berangkat menuju ke Jakarta Pusat, tepatnya Jalan Medan Merdeka Barat no.12, dimana Museum Nasional Indonesia atau yang lebih kita kenal sebagai Museum Gajah, berdiri. Museum Gajah merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di kota Jakarta. Mendengar kabar bahwa museum ini telah direnovasi dan memiliki gedung baru, akhirnya kami semua sepakat untuk mengunjungi museum ini.

Rombongan terdiri dari saya, Hana, Naad, Adis, Adira, Della, Kiki, Eka, Akla, Kayrana, Cintya, Michelle, Olaf, Andry, Okti, Ifan, Yoga, dan Heza. Karena peserta rombongan cukup banyak, kami membaginya menjadi tiga kloter, dimana masing-masing kloter berangkat dengan kendaraan berbeda-beda. Kedatangan kami disambut baik oleh petugas penjaga museum. Beliau bermurah hati memberikan kami keringanan dan mengganti tiket kami yang seharusnya masuk ke dalam kategori “dewasa” sebesar Rp 5000,- menjadi kategori “anak-anak” sebesar Rp 2000,-.

Kami memulai kunjungan kami dengan melihat-lihat ke dalam gedung lama, namun kami tidak menemukan artefak atau barang-barang sejarah menarik yang akan kami jadikan objek penelitian. Akhirnya kami pindah dan memasuki gedung yang baru dibangun. Gedung tersebut terdiri dari empat lantai, ditambah dengan basement, dimana tiap lantai dihubungkan dengan escalator. Kami menelusuri tiap lantai dan akhirnya menemukan bermacam-macam benda-benda sejarah yang menarik di dalamnya.


Pertama kali memasuki museum, kami memasuki ruangan bagian Sejarah Nusantara dimana dipajang bermacam-macam peninggalan dan benda-benda bersejarah seperti perahu, topeng, dan lain sebagainya. Namun karena gedung tersebut sudah pernah kami kunjungi sebelumnya, akhirnya kami memutuskan untuk meneruskan ke ruang arca,di dalam sini terdapat banyak partung-patung dan prasasti yang ditemukan di seluruh derah nusantara, kemudian pencarian kami lanjutkan ke lantai 2 hingga lantai 3 gedung baru. Kami melihat banyak artefak-artefak peninggalan masa lalu, contoh-contoh rumah adat, barang-barang yang digunakan pada jaman dahulu, serta fosil-fosil homo soloensis.

Kemudian kami diperkenalkan dengan kebudayaan-kebudayan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, Batak, Sulawesi, dan Jawa. Di bagian kebudayaan Jawa terdapat berbagai jenis gamelan, keris-keris dengan beraneka ragam bentuk, serta terdapat miniatur pulau jawa dilengkapi dengan peta-peta serta ilustrasi gunung-gunung berapi di pulau tersebut.

Mengenai Museum Gajah

Museum Nasional Indonesia atau yang dikenal sebagai Museum Gajah, memiliki icon patung gajah yang berada di depan bangunan museum. Dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda, Museum ini terpelihara dengan baik hingga sekarang. Saya dapat melihat dari penampilan luar museum ini yang sangat asri, dihiasi penghijauan di sekitar patung gajah perunggu.

Museum Nasional mempunyai visi yang mengacu kepada visi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan national, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa”.

Museum Nasional dikenal sebagai Museum Gajah sejak dihadiahkannya patung gajah perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.


Museum ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi cikal bakal Museum ini lahir tahun 1778, tepatnya tanggal 24 April, pada saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda. Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksinya telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat diperlihatkan kepada pengunjung.

Museum Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuna lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga. Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Prasasti Canggal

Saat memasuki bagian arca, Saya melihat terdapat beraneka ragam prasasti-prasasti kuno di ruangan tersebut. Lalu mata saya tertarik oleh sebuah prasasti yang berada di ujung ruangan. Ukurannya memang tidak sebesar prasasti Tugu yang langsung menarik perhatian pengunjung, namun prasasti ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah ini memiliki cerita sejarahnya tersendiri.

Prasasti Canggal dipandang sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti yang ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di atas bukit Sthirangga, desa Kunjarakunja oleh Sanjaya, untuk tujuan keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan. Dalam epik Ramayana, diceritakan bahwa Rama, Sinta, dan Laksmana mengunjungi pertapaan Agastya di gunung Kunjara. Selain itu prasasti ini juga berisi silsilah keluarga Raja Sanjaya.


Berdasarkan isi prasasti Canggal disebutkan bahwa nama sebuah pulau “Yawadwipa” kaya akan padi-padian dan jewawut serta tambang emas. Mula- mula diperintah oleh seorang raja bernama Sanna, namun setelah baginda mangkat kedudukannya digantikan oleh keponakannya bernama Sri Sanjaya, putera Sannaha saudara perempuan raja Sanna. Menurut penulis sejarah Ratu Sanjaya menakhlukkan atau mendirikan kerajaan di wilayah Bagelen. Satu abad kemudian keratonnya dipindahkan ke wilayah Wonosobo, yaitu suatu wilayah yang sangat subur dan strategis. Sanjaya adalah keturunan dari raka- raka yang bergelar syailendra. Arti syailendra adalah Syaila: batu, gunung dan indra : raja. Jadi syailendra adalah raja gunung atau tuan yang datang dari gunung. Mungkin juga tuan yang turun dari khayangan, karena menurut kepercayaan gunung merupakan tempat bersemayamnya roh nenek moyang dan para dewata. Raja Sanjaya adalah seorang ahli kitab suci dan keprajuritan dan selama masa kekuasaannya berhasil menakhlukkan kerajaan- kerajaan di sekitarnya. Bahkan dalam “kitab Parahiyangan” yang berasal dari Jawa Barat disebutkan daerah kekuasaannya hingga Bali, Kerajaan Melayu, Kemir (kamboja), Keling, Barus, dan Sriwijaya, sedangkan negeri Tiongkok diperanginya.

 

Raja Sri Sanjaya dinilai sebagai raja besar yang sangat dihormati, karena terkenal kesohorannya di India. Bahkan hubungan kenegaraannya hingga sampai ke Afrika - Iran – Tiongkok, karena angkatan lautnya maupun angkatan daratnya kuat dan besar. Menurut kitab sejarah dinasti Tang Kuno (618-906), di pulau jawa terkenal sebuah kerajaan bernama “Ho-Ling” yang terletak di sebuah pulau di laut selatan. Kotanya dikelilingi pagar kayu, rajanya berdiam di istana tingkat, beratap daun-daun palma. Raja duduk diatas singgasana dari gading. Penduduknya pandai menulis dan mengenal ilmu falak. Kalau makan duduk dan menggunankan tangan tanpa alat apapun, minuman kerasnya tuak. Di pegunungan ada daerah bernama “ Lang- pi –ya” tempat raja selalu pergi untuk melihat laut. Diungkapkan pula bahwa tahun 640 M kerajaan jawa mengirimkan utusan ke Tiongkok, demikian juga pada tahun 6576 M. Dalam menafsir berita yang ditulis dari dinasti Tang tentang kerajaan “Ho-Ling” disebutkan raja hidup dalam kota Cho- p’o yang dikelilingi 28 kerajaan-kerajaan kecil yang semuanya mengakui kewibawaannya. Menurut kronik tersebut raja dibantu 32 orang pegawai tinggi. Wilayah kerajaan Sanjaya tersebut berbentuk segitiga tempat yang sekarang dikenal dengan nama “Ledok” merupakan pojok paling utara dari Bagelen. Bassisnya pantai selatan, puncaknya gunung Prahu (dieng) dan sungai utamanya Bagawanta.
Alasan lain mengapa prasasti ini keluarkan adalah dalam rangka pengangkatan Sanjaya sebagai Raja di Medang. Isi prasasti ini memuji bangunan suci di tepi sungai suci yang letaknya di hutan Kunjarakunja ( hutan banyak gajah ) dan prasasti tersebut juga menceritakan tentang pembayaran sima.

* * *

0 comments:

Post a Comment

 

Design modified by mugimunteng | Basic Design by Dzignine in Collaboration with Trucks, SUV, Kidney Stones