Nama: HANA KAMILIA
Prasasti Talang Tuo
Museum Gajah Nasional
Jum’at, 20 Mei 2011
Museum Gajah adalah salah satu museum terkenal di Jakarta. Museum ini terletak di Jakarta Pusat. Pada semester lalu, saya dan kedua teman saya, Della dan Kiki mengunjungi tempat ini untuk mengerjakan tugas fotografi sejarah. Namun pada saat itu museum ini sedang di renovasi, sehingga hanya beberapa tempat saja yang bisa kami lihat. Karena timbulnya rasa keingin tahuan gedung baru Museum Gajah, pada saat diberikan tugas ini saya memilih Museum Gajah untuk saya kunjungi. Saya pergi ke museum gajah bersama Akla, Kayrana, Cintya, Raras, Michelle, Naad, Adis, Adira, Della, Kiki, Eka, Olaf, Andry, Okti, Ifan, Yoga, dan Heza. Kami pergi selepas solat jum’at selesai, namun karena ada sedikit hambatan, kami baru keluar dari sekolah pada pukul setengah 2. Sesampainya di Museum Gajah, kami membeli tiket masuk. Awalnya kami kira harus membeli tiket dewasa yang seharga 5000. Namun ternyata diberikan keringanan untuk kami sehingga hanya membayar 2000 sebagai tiket anak anak. Awalnya kami berkeliling ke gedung lama, yang tidak di renovasi, namun karena gedung lama itu agak gelap sehingga tidak bagus untuk di foto. Lalu kami segera berpindah ke gedung baru, dan bertemu teman XI IPA 1 yang lain, karena terpisah mobil. Gedung baru itu terdiri dari 4 lantai, dan basement. Sayangnya, kami tidak bisa memasuki wilayah lantai 4, dikarenakan saat itu mati lampu sehingga, lantai 4 diamankan. Walau begitu, saya cukup senang melihat 3 lantai gedung baru museum Gajah. Saya berfoto dengan banyak benda, dari mulai sepeda zaman dahulu sampai prasasti. Dari banyak foto yang saya ambil, prasasti Talang Tuo lah yang saya jadikan objek dari tugas ini.
MUSEUM GAJAH
Sesuai dengan namanya, dari saat memasuki wilayah museum, kami sudah disambut dengan patung gajah yang terletak agak tinggi. Museum Gajah atau biasa dikenal dengan Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Gedung ini dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda di bawah Gubernur-Jendral JCM Radermacher. Museum ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi cikal bakal Museum ini lahir tahun 1778, tepatnya tanggal 24 April, pada saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda. Radermacher menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya sehingga menjadi dasar untuk pendirian museum. Di masa pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816), yang juga berlaku sebagai Direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No.3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de Harmonie".) Gedung ini sekarang berada di kompleks Sekretariat Negara.
Di tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia-Belanda mendirikan gedung baru yang berlokasi di Jalan Merdeka Barat No.12. Gedung ini dibuka untuk umum pada tahun 1868.
Museum Nasional dikenal sebagai Museum Gajah sejak dihadiahkannya patung gajah perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksinya telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.
Museum ini terletak di Jalan Merdeka Barat 12, Jakarta Pusat, DKI Jaya, Indonesia.
PRASASTI TALANG TUO
Prasasti ini berasal dari sumatera selatan, tepatnya di Palembang. Prasasti ini berisi tentang pembuatan kebun Srikserta atas perintah Punta Hyang Sri Janayasa untuk kemakmuran semua makhluk. Ada juga doa dan harapan yang jelas menunjukan sifat agama Buddha.
Berikut ini adalah terjemahan isi prasasti versi Slamet Muljana :
“Bahagia! Tahun Saka 606 pada hari kedua bulan terang caitra, itulah waktunya taman Sriksetra ini diperbuat, milik Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Ini pesan Dapunta Hyang: Semua yang ditanam di sini; nyiur, pinang, enau, rumbia dan lain-lain yang (berupa) pohon, dimakan buahnya, serta aur, buluh betung dan yang semacam itu. Demikian pula taman-taman lainnya dengan sebat telaga; semuanya yang kuperbuat, semua perbuatan baik, dimaksud untuk kebahagiaan semua makhluk yang bergerak dan tidak bergerak. Hendaklah daya-upaya beliau yang sangat baik itu mendapat kesukaan di kemudian hari dengan jalan lain. Semoga beliau mendapat makanan dan air untuk minumnya. Semuanya yang dibuatnya; ladang, kebun luas, menghidupi binatang-binatang, ramai para abdi suburlah. Jauhkanlah beliau dari segala bencana, siksaan dan penyakit tidak dapat tidur. Bagaimanapun, barang usahanya hendaklah berhasil baik, binatang-binatang lengkap semua, beliau dari sakit dibuat awet muda. Dan lagi, hendaklah semua yang disebut abdi setia baktilah mereka pada beliau. Yang menjadi sahabat beliau, janganlah mereka itu mendurhaka pada beliau; yang menjadi bini beliau hendaklah tetap setia sebagai istri pada beliau. Dimanapun beliau berada, janganlah dilakukan curi, curang, bunuh dan zina di situ. Dan lagi, hendaklah beliau bertemu dengan khalyanamitra, membangun bodichita dengan maitra, menjadi pertapa pada dang hyang Ratnatraya, melainkan senantiasa teguh bersila dengan senang membangun tenaga, keuletan, pengetahuan tentang perbedaan semua sipakala dan pemusatan fikiran. Mudah-mudahan beliau memperoleh pengetahuan, ingatan dan kecerdasan dan ketetapan mahasatwa badan manikam vajracarira yang sakti tanpa umpama, kemenangan dan ingatan pada kelahiran yang telah lampau, indra lengkap, rupa penuh, kebahagiaan, kegembiraan, ketenangan, kata manis, suara Brahma, jadi laki-laki karena kekuatannya sendiri, hendaklah beliau memperoleh cintamanididhara, memperolah janmawacita, karmmawacita, akhirnya beliau mendapat anuttarabisamyaksambhodi.”
“Bahagia! Tahun Saka 606 pada hari kedua bulan terang caitra, itulah waktunya taman Sriksetra ini diperbuat, milik Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Ini pesan Dapunta Hyang: Semua yang ditanam di sini; nyiur, pinang, enau, rumbia dan lain-lain yang (berupa) pohon, dimakan buahnya, serta aur, buluh betung dan yang semacam itu. Demikian pula taman-taman lainnya dengan sebat telaga; semuanya yang kuperbuat, semua perbuatan baik, dimaksud untuk kebahagiaan semua makhluk yang bergerak dan tidak bergerak. Hendaklah daya-upaya beliau yang sangat baik itu mendapat kesukaan di kemudian hari dengan jalan lain. Semoga beliau mendapat makanan dan air untuk minumnya. Semuanya yang dibuatnya; ladang, kebun luas, menghidupi binatang-binatang, ramai para abdi suburlah. Jauhkanlah beliau dari segala bencana, siksaan dan penyakit tidak dapat tidur. Bagaimanapun, barang usahanya hendaklah berhasil baik, binatang-binatang lengkap semua, beliau dari sakit dibuat awet muda. Dan lagi, hendaklah semua yang disebut abdi setia baktilah mereka pada beliau. Yang menjadi sahabat beliau, janganlah mereka itu mendurhaka pada beliau; yang menjadi bini beliau hendaklah tetap setia sebagai istri pada beliau. Dimanapun beliau berada, janganlah dilakukan curi, curang, bunuh dan zina di situ. Dan lagi, hendaklah beliau bertemu dengan khalyanamitra, membangun bodichita dengan maitra, menjadi pertapa pada dang hyang Ratnatraya, melainkan senantiasa teguh bersila dengan senang membangun tenaga, keuletan, pengetahuan tentang perbedaan semua sipakala dan pemusatan fikiran. Mudah-mudahan beliau memperoleh pengetahuan, ingatan dan kecerdasan dan ketetapan mahasatwa badan manikam vajracarira yang sakti tanpa umpama, kemenangan dan ingatan pada kelahiran yang telah lampau, indra lengkap, rupa penuh, kebahagiaan, kegembiraan, ketenangan, kata manis, suara Brahma, jadi laki-laki karena kekuatannya sendiri, hendaklah beliau memperoleh cintamanididhara, memperolah janmawacita, karmmawacita, akhirnya beliau mendapat anuttarabisamyaksambhodi.”
Prasasti Talang Tuwo ditemukan pada tanggal 17 November 1920 oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) di kaki Bukit Seguntang, dan prasasti ini ternyata adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Keadaan fisik prasasti ini masih baik. Bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Di tepinya dihiasi dengan motif kepala ular kobra berjajar dan di bawahnya terdapat talang untuk menyalurkan air. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti talang tuo adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti talang tuo disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Nasional_Indonesia
http://www.forumbebas.com/thread-27023.html
0 comments:
Post a Comment