Sekarang aku pensiun di sebuah museum. Di depan etalase putih, berantaikan pembatas untuk pengunjung. Inilah aku, benda peninggalan sejarah yang sekarang dilihat oleh generasi muda. Aku tersimpan utuh di Museum Polri , Blok M ini. Betempatkan di atas meja putih, dengan kertas terplastikkan sebagai identitasku, persis seperti kartu tanda pengenal para sopir taksi. Besiku sudah agak berkarat, bekas darah mungkin aku lupa. Magasinku kosong, tak berpeluru, tak berselongsong, hanya kosong. Persis juga setiap harinya, pengunjung memandangiku. Melotot sampai membaca, mungkin kiraku mereka kagum akan lika-liku hidup karatku ini, atau hanya kagum dengan desainku semata. Yah aku tidak tahu tapi yang jelas inilah aku, sedikit cerita singkat tentang hidupku yang sekarang berkarat ini, sang Bren MK 2.
Kala itu suasana mencekam, malam menyelimuti siang, siang tak punya selimut. Jangankan untuk tampil dengan warna kuning terang benderangnya, sang siang hari terselimuti oleh malam hari. Si Siang hari terlihat bingung , ada apa gerangan yang terjadi di tanah Jawa. Waktu itu ia terlihat murung. Aku juga murung. Tak lihat gerangan senyum lebar 5 sentimeter dari para manusia tanah Jawa itu. Jangankan untuk tersenyum, aku lihat mereka ketar-ketir,kaki di kepala , kepala di kaki. Semua terlihat terbalik waktu itu. Yang kaya terbunuh, yang bunuh yang berbakti pada yang kaya. Yang kaya susah makan, apalagi yang miskin, kelaparan ala ladang ranjau politik ombak jenis komunis campur . Iya, ini adalah ceritaku kala pemberontakan PKI 1948, akulah sang Bren MK 2, senapan asal Inggris pembakti polisi Indonesia.
Aku lahir di Inggris. Saat itu tahun 1930, mereka Tentara Inggris mengembangkan ZB Cekoslowakia vz.26 di Brno, kampung halamanku. ZB Cekoslowakia vz.26 adalah pendahuluku, yah mirip-mirip seperti bapak dan anak. Namaku ini berasal dari Br No, di Cekoslovakia kota mana VZ Zb. 26 pada awalnya dirancang, dan Lapangan EN , situs dari British Royal Small Arms Factory . Tanggal lahirku adalah tahun 1937. Aku hidup dengan munta dan selongsong-selongsong metal. Aku hidup seperti pendahuluku dari Ceko itu, aku dioperasikan dengan gas. Moncong larasku berukuran 20 inci, seperti berjarak 3 langkah jari dan jempol. Ketika aku memuntahkan peluru, bisa kumuntahkan peluru itu hingga 400 meter jauhnya di depanku. Semenit bisa 500 peluru kumuntahkan, panas membara di badanku dari para selongsong metal itu.
Aku ini senjata yang dioperasikan gas, yang menggunakan amunisi 0,303 sama dengan standar senapan Inggris, Lee-Enfield . Propelan gas dikeluarkan dari muzzle ujung moncong laras melalui regulator dengan empat lubang cepat-penyesuaian ukuran yang berbeda, dimaksudkan untuk menyesuaikan volume gas untuk suhu sekitar yang berbeda ( aliran terkecil pada suhu tinggi, misalnya gurun musim panas, terbesar pada suhu rendah, misalnya musim dingin Arktik). Ventilasi gas dalam piston yang pada gilirannya digerakkan blok sungsang. Sedangkan gagang atas tong digunakan untuk pegangan dan menghapus laras panas tanpa resiko terbakar tangan.
Saat perang dunia kedua, aku umumnya dibawa dengan tiga senapan setiap pletin. Sebuah battalion infanteri juga punya senjata Bren pada orang yang membawa perbekalan. Jadi tak banyak yang membawaku waktu itu, mungkin karena beratku yang mencapai 11 kg lebih, aku seperti orang gendut yang kelebihan berat badan, namun bertenaga besar. Dalam perang udara, aku juga bisa diandalkan. Setiap pesawat yang dibekali Bren, pasti ada yang mengandalkanku untuk menembak dari udara. Selama masa perang, aku umumnya hanya dioperasikan oleh satu awak tentara. Meskipun bisa 2 orang, dengan 1 awak tentara lagi sebagai pemberi magazine peluru, simbol makananku. Secara umum, aku dipopoh oleh bipod terpasang, sehingga tak lari keliaran ketika aku memuntahkan para peluru itu.
Secara umum, aku dianggap sebagai senapan mesin ringan yang efektif dan handal, meskipun di Afrika Utara itu aku dilaporkan mengalami kemacetan yang sering , kecuali dijaga sangat bersih dan bebas dari pasir atau kotoran. Hal ini populer dengan pasukan Inggris, yang menghormatiku untuk keandalan dan efektivitas tempur. Kualitas bahan yang digunakan umumnya akan memastikan kemacetan minimal. Ketika sebuah pistol misalnya, macet atau memiliki beberapa benda asing terjebak di dalamnya, operator bisa menyesuaikan regulator gas empat-posisi untuk pakan lebih banyak gas ke piston meningkatkan kekuatan untuk mengoperasikan mekanisme. Laras perlu dibuka dan meluncur ke depan sedikit untuk memungkinkan regulator yang akan berubah. Hal ini bahkan mengatakan bahwa semua masalah dengan “kemacetanku” bisa saja dibersihkan oleh memukul pistol, memutar regulator, atau melakukan keduanya. Tak heran sepertinya banyak yang memukul besiku ini ketika di peperangan, untuk menghindari macet atau benda asing masuk ke besi-besiku ini.
“ Pasca Perang Dunia kedua, The Bren digunakan oleh Angkatan Darat Inggris, dan tentara berbagai negara Persemakmuran , dalam Perang Korea , para Darurat Malaya , yang Mau Mau Pemberontakan dan konfrontasi Indonesia-Malaysia , di mana ia lebih memilih penggantinya, sabuk- makan GPMG , karena ringan beratnya. Selama Perang Falklands pada tahun 1982, 40 Commando Royal Marines dilakukan satu LMG dan satu GPMG per bagian.
Ketika Tentara Inggris mengadopsi 7,62 mm NATO cartridge, yang Bren itu dirancang ulang untuk kaliber 7,62 mm, dilengkapi dengan barel, baut baru dan magasin. Itu redesignated sebagai L4 Light Machine Gun (dalam berbagai versi-sub) dan tetap dalam pelayanan Tentara Inggris ke 1990-an. The penyembunyi flash kerucut digantikan oleh jenis slot yang mirip dengan senapan L1 kontemporer dan L7 General Purpose Machine Gun . Perubahan dari untuk tanpa bingkai dan kartrij hampir lurus magasin membaik-makan cukup, dan memungkinkan penggunaan-bulat berbingkai dari magasin 20 dari 7,62 mm L1A1 Diri Loading Rifle. Magasin 30-bulat dari L4 juga dilengkapi senapan L1A1, tetapi musim semi magasin ini tidak selalu cukup kuat untuk memberikan cukup tekanan ke atas untuk memberi makan putaran dengan benar, tetapi ini sudah diperbaiki oleh peregangan magasin mata air.
Penyelesaian pindah ke 5,56 mm NATO cartridge menyebabkan Bren/L4 yang sedang dihapus dari daftar senjata disetujui dan kemudian ditarik dari layanan. Fakta bahwa senjata Bren tetap bekerja selama bertahun-tahun dengan begitu banyak negara yang berbeda dalam begitu banyak perang mengatakan banyak tentang kualitas desain dasar.
Bren Mark III tetap digunakan terbatas dengan Tentara Cadangan Angkatan Pertahanan Irlandia, meskipun di hampir semua unit telah diganti dengan 7,62 mm FN MAG (GPMG). senjata itu populer dengan tentara yang dipecat itu (dikenal sebagai Brenners) seperti yang ringan dan tahan lama, dan memiliki reputasi untuk akurasi. Yang penting menggunakan sebagian besar Bren oleh pasukan Irlandia berada di Kongo selama 1960-an, ketika tentara Bren adalah bagian standar yang biasa senjata otomatis. “ – Wikipedia.org
Perjalananku di Indonesia berliku-liku, salah satu yang terbesar adalah perjuanganku dengan para polisi Indonesia. Pada akhir Oktober sampai awal Desember 1945, di Jawa Tengah muncul gerakan komunis yang dikenal dengan sebutan “Peristiwa Tiga Daerah”, yakni di Tegal, Brebes, dan Pemalang yang berpusat di Desa Talang, Kabupaten Tegal. Para petualang politik berhaluan komunis berhasil menghimpun massa dan berusaha merebut kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia dengan cara kekerasan di tiga daerah tersebut. Massa di daerah-daerah Slawi, Pemalang, dan Brebes dapat dipengaruhinya, tetapi kota Tegal masih dalam penguasaan satuan-satuan Tentara Keamanan Rakyat XVII (TKR XVII). Pada tanggal 17 Desember 1945 segera setelah dilakukan serangan pembersihan oleh Resimen TKR XVII, maka situasi keamanan di tiga daerah tersebut berhasil dipulihkan.
Ya, aku jadi pelaku sejarah waktu itu. Bersama Kepolisian yang dikonsepkan oleh Dwi tunggal saat itu (soekarno-Hatta) di sejajarkan dengaan Tentara Nasional Indonesia dibawah naungan ABRI. Yah oleh usulan PKI sendiri, yang kami lawan waktu itu.
Dan sekarang nasibku ini? Gampang, cukup kembali ke paragraf satu…tapi yang pasti, semoga mereka tak melupakanku.
0 comments:
Post a Comment