Kesulitan Mendapatkan Tokoh dan Proses Penghimpunan Informasi
Pada pertengahan bulan Februari 2011, kami seluruh siswa kelas XI program IPA SMA Labschool Kebayoran diberikan 4 tugas untuk memenuhi nilai tugas sejarah semester 2 oleh guru sejarah kami. Dari keempat tugas tersebut, salah satunya kami diminta untuk membuat biografi tokoh sejarah, baik pelaku maupun saksi peristiwa, yang memiliki peran pada tingkat internasional dan/atau internasional yang merupakan tugas ketiga. Saya kemudian berpikir kira-kira siapa tokoh yang dapat saya wawancarai karena hampir semua orang-orang di sekitar saya yang saya ketahui tidak memiliki peran pada peristiwa-peristiwa nasional maupun internasional. Sambil berpikir dan mencari-cari kira-kira siapa tokoh yang akan saya wawancarai, ternyata tanpa saya sadari deadline untuk tugas ini sudah lewat dan hanya sedikit dari kelas saya yang sudah mengerjakan tugas ketiga ini. Lalu kemudian guru kami tetap memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas biografi ini. Sambil mencari-cari lalu saya teringat bahwa paman saya pernah menjadi saksi Peristiwa Mei 1998. Saya lalu menghubungi paman saya untuk melakukan wawancara, namun kami baru dapat bertemu beberapa hari yang lalu karena padatnya jadwal paman saya yang cukup aktif dalam berbagai bidang organisasi.
Biografi Saksi Peristiwa Mei 1998
Lahir di Kebumen, 30 Desember 1968 dari pasangan Hadisumarjo dan Mulyati, Sigit Sugito merupakan anak ke-8 dari 9 bersaudara. Ia biasa dipanggil dengan Sigit. Sigit kecil menghabiskan masa SD dengan bersekolah di SD Negeri 2 Semondo Gombong Kebumen. Tidak ada yang berbeda dari Sigit dengan anak-anak seumurannya ketika ia masih kecil waktu itu. Ia suka bermain, terutama melakukan olahraga seperti berenang dan berlari, ia juga suka membuat mobil-mobilan dari bamboo. Ketertarikan pada organisasi rupanya sudah terlihat sejak ia berada di bangku Sekolah Dasar. Ketika itu ia tergabung dalam organisasi Pramuka dan cukup aktif. Setelah tamat pendidikan SD, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gombong. Saat menginjak bangku kelas 2 SMP, ia pindah ke Pontianak, Kalimantan Barat untuk ikut dengan kakaknya yang ketika itu bertugas di sana. Kemudian saat kelas 3, ia kembali ke Kebumen dan bersekolah di tempat yang sama seperti sebelumnya. Tamat SMP, ia melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Gombong yang saat itu merupakan satu-satunya SMA di Kecamatan Gombong. Saat SMA, ia semakin aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi. Sigit tergabung dalam organisasi Majelis Perwakilan Kelas atau disingkat MPK di sekolahnya. Selain itu, ia juga tetap aktif dalam kegiatan pramuka, klub bola voli, dan menjadi wakil ketua karang taruna. Setelah tamat dari bangku SMA, ia merantau ke Jakarta untuk mengejar cita-citanya menjadi seorang ahli mesin. Akademi Teknik Mesin UPN Veteran adalah jurusan yang ia pilih. Ia juga aktif dalam organisasi Rohani Islam Akademi Teknik Mesin UPN Veteran Sambil melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, ia bekerja di Aeromofel Indonesia untuk membantu meringankan beban orang tua. Aeromofel Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang kendaraan cepat massal. Ketika itu, proyeknya baru berada di Taman Mini Indonesia Indah. Ketika kuliah di UPN Veteran inilah ia bertemu dengan bibi saya yang juga kuliah di UPH Veteran Jurusan Ekonomi. Mereka kemudian menikah tahun 1996. Setelah bekerja selama 11 tahun di Aeromofel Indonesia, ia kemudian memutuskan untuk berhenti dengan alasan ingin mengembangkan diri. Sigit kemudian menjadi wirausahawan dengan membuat usaha educational toys. Sibuk dengan usahanya, ia tetap aktif dalam berbagai organisasi di sekitarnya. Ia merupakan salah satu pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat Pemuda Madani Jakarta Selatan, yaitu sebuah LSM yang bergerak dalam melakukan pembinaan rohani Islam di sekolah-sekolah. Selain itu, ia juga tergabung dalam Yayasan Pandu Karya Utama, Forum Ukuwah Pemuda dan Remaja Islam, serta aktif menjadi anggota Partai Keadilan Sejahtera. Pada Peristiwa Mei 1998, ia ikut turun ke jalan dengan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam).
Peristiwa Mei 1998
Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut -- level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat. Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Moody's menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi "junk bond". Inflasi rupiah dan peningkatan harga bahan pokok membuat keadaan ekonomi Indonesia menjadi tidak stabil.
Keadaan ini menyebabkan terjadi kerusuhan. Penjarahan secara besar-besaran terjadi di mana-mana. Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Karena ketika itu Tionghoa dianggap sebagai komunis. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi"
Kerusuhan ini merupakan amarah dari masyarakat yang dipendam. Masyarakat sudah tidak sanggup terus berada di bawah baying-bayang pemerintahan orde baru yang otoriter. Setiap mengeluarkan pendapat yang berseberangan dengan pemerintah, selalu dikaitkan dengan kegiatan makar. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa takut dan tidak berani untuk mengeluarkan pendapat.
Mahasiswa sebagai kalangan terpelajar melalui bergerak. Melalui BEM, mereka mengadakan diskusi terbuka yang disebut dengan “Panggung Rakyat”. Di Panggung Rakyat ini lah para mahasiswa menggalang aspirasi masyarakat. Semua bebas berbicara. Kerusuhan yang sudah mencapai klimaks membuat para mahasiswa turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya. Saat itu, para mahasiswa terbagi menjadi 2; Kanan dan Kiri. Kiri merupakan gabungan gerakan mahasiswa dengan ideology sosialis yang dimotori oleh FORKOT yang dipimpin oleh Budiman Sujatmiko. Kanan merupakan gabungan gerakan mahasiswa dengan ideology islamis yang dimotori oleh KAMI yang dipimpin oleh Fitra Asril. Ketika itu, paman saya ikut turun bersama KAMI. KAMI merupakan gerakan mahasiswa yang berasal dari rohis-rohis kampus di seluruh Indonesia. Saat itu, gerakan mahasiswa yang bekerja sama dengan Amien Rais memaksa Soeharto untuk turun. Berdasarkan cerita yang dituturkan oleh paman saya, saat itu sehari sebelum turunnya Soeharto, yaitu tanggal 20 Mei 1998 seluruh mahasiswa turun ke jalan dan bergerak ke Istana untuk mengutarakan aspirasinya. Tetapi digagalkan karena suasana chaos terjadi antara gerakan mahasiswa. Suasana ini sudah disetting oleh pemerintah orde baru. Suasana chaos ini terjadi akibat dari provokasi yang dilakukan oleh intelejen sehingga terjadi keributan antara sesama mahasiswa. Disaat yang sama pula akses ke istana sudah diblokir oleh militer. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah orde baru untuk mengecap gerakan mahasiswa sebagai dalang peristiwa kerusuhan dan gerakan Partai Komunis Indonesia.
0 comments:
Post a Comment