otakatikawas!

otakatikawas!

Amira Maryana dan Tokoh Sejarah, Abdul Hakim

|
Januar Hakim dan Jasmini Hakim
Dalam rangka memenuhi tugas ke dua sejarah, saya mewawancarai kakek saya, Januar Hakim sebagai saksi dari tokoh yang saya pelajari yaitu Abdul Hakim. Abdul Hakim adalah ayah dari kakek saya atau buyut saya yang saya sebut “tulang tobang”, karena mengikuti cara penyebutan orang batak.


Biografi Abdul Hakim

               Buyut saya yang bernama Abdul Hakim lahir pada tanggal 15 Juli tahun 1905 di Sarolangun Jambi. Iya telah meninggal pada tahun 1961. Ia adalah anak ke dua dari sembilan bersaudara. Ia memiliki satu kakak laki-laki, tiga adik laki-laki dan empat adik perempuan. Ia adalah anak dari Karim yang bergelar Maharaja Gading.
                Abdul Hakim menempuh pendidikan dasar nya di AEF, Palembang sampai tahun 1917 karena pada zaman dahulu AEF hanya ada di Palembang, belum ada di Jambi. Setelah tamat bersekolah dasar di AEF orang tua nya memerintahkan dia untuk bersekolah di SMP Mulo, Padang. Di SMP Mulo dia mulai berkenalan dengan wanita yang nanti nya menjadi pendamping hidupnya, yaitu Mariana Lubis.  Pada saat itu Mariana Lubis masih SD. Karena tidak ada SMA di Sumatera, maka Abdul Hakim dipindahkan ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya. Tetapi saat ia pindah ke Jakarta keluarga nya tidak ikut pindah, karena ia dianggap sudah bisa menjaga diri. Di Jakarta, Abdul Hakim bersekolah di KWF yang terletak di daerah Matraman, dan sekarang sudah menjadi komplek departemen sosial. Pada masa itu, KWF sama dengan SMK Ekonomi. Abdul Hakim tamat SMA pada tahun 1920-an. Tadinya ia ingin melanjutkan kuliah di Belanda, tetapi tidak diizinkan oleh ayahnya karena pada masa itu belum ada pesawat, sehingga untuk ke Belanda membutuhkan waktu dua bulan menaiki kapal maka ayahnya mengantisipasi takut ada apa-apa di Jakarta dan ia tidak bisa pulang. Pada zaman dulu sangat jarang orang yang mencapai tahap pendidikan SMA, apalagi kuliah.
                Akhirnya Abdul Hakim memutuskan untuk menetap di Jakarta, dan melamar kerja. Ia bekerja di kantor bea cukai, Priok. Tetapi pada tahun 1952 ia disuruh pulang ke Medan oleh ayahnya. Di Medan ia menikah dengan Mariana Lubis atau biasa saya panggil ompung perempuan. Karena menikah, akhirnya ia memutuskan untuk menetap di Medan. Pada saat itu diadakan pemilihan perwakilan kotamadya Medan, dan ia diterima menjadi anggota. Selain menjadi anggota kotamadya Medan, Abdul Hakim juga bekerja sebagai guru privat bahasa inggris dan bahasa perancis. Ia meminjang duit di bank untuk membayar uang muka membangun rumah di Medan, tepatnya di Sosopan. Pada tahun 1937 masa jabatannya sebagai anggota kotamadya Medan habis, ia mencari kerja, dan akhirnya mendapatkan pekerjaan di Departemen Keuangan, di Jakarta tepatnya di Lapangan Banteng. Pada saat di Jakarta ia tinggal di daerah Petojo, dan setiap hari ia ke kantor dengan mengendarai sepeda. Untuk masa itu, ia tinggal di daerah yang sudah cukup elit, di daerah itu jalanan nya besat, dan sudah ada lapangan tennis nya. Mayoritas penduduk daerah petojo adalah orang pribumi, hanya ada dua orang belanda, dimana salah satunya adalah komisaris polisi.
Pada tahun 1941 terjadi perang antara sekutu dengan Jepang. Sebelum perang banyak orang Belanda yang dimobilisasi, maka banyak lowongan kerja terbuka. Salah satu lowongan kerjanya adalah sebagai wakil kepala keuangan negara di Pontianak. Karena Abdul Hakim dianggap bekerja dengan baik, ia disuruh ke Pontianak untuk menjadi wakil kepala keuangan negara selama 6 bulan atau penempatan sementara. Karena keadaan antara sekutu dan jepang makin meruncing, pada awal bulan September ia mendapat perintah untuk ke Makassar dan menjadi kepala keuangan negara (daerah nya mencakup Sulawesi, Bali, Papua). Akhirnya Abdul Hakim ke Jakarta untuk menjemput keluarga, lalu bersama-sama ke Makassar (sampai Surabaya naik kereta, dari Surabaya ke Makassar naik kapal). Abdul Hakim dan keluarga sampai di Makassar akhir November, lalu langsung mendapatr rumah. Barang-barang dari Jakarta seperti lampu gantung, dll baru sampai di Makassar setelah 1 minggu mereka pindah. Baru 1 malam merasakan lampu gantung yang datang dari Jakarta, tiba-tiba ada pengumuman dilarang memasang lampu karena khawatir serangan mendadak Jepang.
Pada tanggal 8 Desember dinyatakan perang oleh Jepang. Abdul Hakim mencari jalan dan akhirnya menemukan jalan yang tidak jauh dari Makassar. Ia bertemu dengan wedana (sekarang pangkatnya diatas camat, dibawah bupati) di 20 km diluar Makassar. Perjalanan sangat lama karena kecepatan maksimal mobil pada saat itu hanya 10 km/jam. Abdul Hakim mengungsi ke daerah luar Makassar, tetapi ia belum boleh menutup kantor karena belum mendapat izin. Pada bulan Februari Jepang mendarat di luar Makassar, dan Abdul Hakim diperintahkan untuk menghentikan kantor. Ia pergi ke  Subuminasa menaiki sepeda, ketika ia melihat kantornya ternyata yang jaga sudah orang-orang Jepang. Akhirnya Abdul Hakim memutuskan untuk melewati sungai, pada saat melewati sungai ia tak sengaja bertemu dengan pegawai nya yang pernah ia maki-maki. Karena pegawai nya baik, Abdul Hakim pun dibantu menyebrangi sungai dan mencari jalan besar. Lalu ia ke Limbung, dan diungsikan 5km ke pedalaman karena Jepang suka bertindak yang macam-macam apalagi dengan perempuan.Setelah itu ia mendapat panggilan pegawai untuk kembali masuk kantor. Abdul Hakim mulai bekerja dengan Jepang, jepang memercayai Abdul Hakim karena kerjanya dianggap bagus.
Pada tahun 1943, ia menerima kawat dari Sumatera yang berisi pemberitahuan bahwa ayahnya telah tiada. Ia sangat sedih dan memutuskan pulang. Awalnya ia sempat tidak diizinkan pulang oleh gubernur karena terlalu bahaya, tetapi iya memaksa, akhirnya gubernur menyediakan kapal jepang. Sampai di Surabaya Abdul Hakim melewati jalur darat lalu ke Jakarta dan berhenti selama sekitar 2 minggu lebih untuk bertemu keluarga dan karena adiknya juga ingin ikut ke Sumatera. Abdul Hakim berhenti di Pulau Jawa sekitar kira-kira 1 bulan. Setelah itu Abdul Hakim dan Keluarga menyebrang ke Sumatera menaiki perahu. Pada suatu malam sudah mendekati Sumatera, kapal yang dikendarai nya bocor. Karena terkena batu karang, bocor semakin besar. Akhirnya nahkoda memutuskan untuk berlabuh di pantai yang tak dikenal. Di kampung itu penduduk-penduduknya sangat baik, dan senang menolong. Ternyata Abdul Hakim mendarat di Kalianda. Para penduduk kampung terdekat menyruh Abdul Hakim dan keluarga nya menginap di salah satu kelas di SD untuk sementara karena pada waktu itu sekolah sedang libur, dan karena transportasi yang datang ke Kalianda hanya seminggu sekali. Akhirnya mereka naik bus ke Tanjung Karang dan menginap selama 1 minggu untuk menjemur pakaian yang terkena air laut, lalu mereka ke tapanuli dengan memakan waktu 2 minggu lewat darat.



Perjuangan Abdul Hakim

               Pada saat Abdul Hakim bersekolah di KWF, ia ikut Jong Sumatranean Bond, yaitu perkumpulan setiap daerah anak-anak muda. Perkumpulan ini adalah cikal bakal kongres pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Ini adalah perkenalan pertama Abdul Hakim dengan Politik. Karena ayahnya khawatir ia menjadi aktifis politik dan ditangkap Belanda, maka ia disuruh pindah ke Medan. Di Medan ia tidak bisa ikut kegiatan politik karena di Medan tajam pengawasan oleh PID (intelijen politik). Abdul Hakim tidak aktif dalam kegiatan politik sampai Jepang mendarat di Indonesia. Karena Jepang ingin menanamkan image baik di depan bangsa Indonesia, maka Jepang membuat dewan perwakilan rakyat di Tapanuli, Sumatera. Abdul Hakim dipanggil ke Taruntung (ibukota Tapanuli) untuk menjadi sekertaris tetap dewan. Sejak saat ini Abdul Hakim mulai aktif kembali dalam dunia politik, dan ia diterima dengan baik oleh Jepang. Pada masa penjajahan Jepang tidak ada yang menjual kain, karena Jepang sangat senang dengan Abdul Hakim, ketika Jepang akan pergi Abdul Hakim diberi hadiah kain sebanyak 10 blok untuk membuat celana, dll.
                Pada zaman kemerdekaan 17 Agustus 1945, di Tapanuli juga dibentuk penitia persiapan kemerdekaan yang dipilih secara demokratis. Kepala daerah Tapanuli, Dr. Tobing meminta Abdul Hakim menjadi wakilnya karena profesi nya adalah dokter maka ia merasa tidak berpengalaman di bidang politik. Abdul Hakim diangkat menjadi wakil residen. Di Tapanuli dibuat ORITA (Oeang Republik Tapanuli), ORITA dibuat dengan dicetakm tetapi di tandatangani secara manual agar tidak bisa dipalsukan. Karena lelah menandatangani setiap uang, ia menugaskan wakilnya. Selama Abdul Hakim di Tapanuli, terdapat banyak laskar-laskar, yaitu semacam tentara tetapi belum teratur. Laskar-laskar itu sering saling bertempur atau adu jago. Dr. Tobing merasa tidak sanggup menangani laskar-laskar itu, maka ia menugaskan Abdul Hakim.
Karena Abdul Hakim berhasil mengamankan daerah dan menciptakan sistem keuangan yang terkendali, Bung Hatta yang sedang berada di Tapanuli memerintahkan Abdul Hakim pergi ke Riau untuk menjadi residen di Riau. Dulu di Riau belum ada pemerintahan, maka Bung Hatta menyuruh Abdul Hakim untuk membentuk pemerintahan. Abdul Hakim tidak mau memerintah di tempat yang belum ada pemerintahan, jadi ia menolak perintah Bung Hatta. Bung Hatta mengancam memberhentikan Abdul Hakim jika ia tidak mau berangkat ke Riau. Tetapi Abdul Hakim tetap tidak mau berangkat. Akhirnya Abdul Hakim di berhentikan sebagai wakil residen di Tapanuli oleh Bung Hatta karena dianggap membangkang. Pulang dari Bukit Tinggi ia menjadi anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), cikal bakal DPR. Pada tahun 1946, ia diberikan kesempatan oleh Belanda untuk pergi ke Jawa mengikuti konferensi KNPI di Malang selama 1 bulan.
Menjelang agresi militer kedua pada tahun 1948, di Banda Aceh diadakan konferensi KNPI se Sumatera, dan Abdul Hakim datang untuk mewakili Tapanuli. Ketika ia sedang di Banda Aceh, terjadi agresi militer kedua, maka ia harus melewati jalur darat dari Pantai Barat ke Meulaboh, Tapak Tuan, setelah itu iya lewat jalur perairan menaiki perahu, karena terkena ombak, kapal yang ia naiki bocor lagi dan Abdul Hakim pun terdampar di pantai dekat Barus. Saat ini Belanda sudah mulai memasuki Siboga, sedangkan Sidempuan masih dikuasai Republik. Akhirnya Abdul Hakim memilih melewati hutan lalu ke Sidempuan. Sesampai nya di Sidempuan ketika Abdul Hakim bertemu Belanda, Belanda bingung menangkap Abdul Hakim atau tidak karena ia bukan orang pemerintahan tetapi berpengaruh besar. Akhirnya Abdul Hakim tidak jadi ditangkap oleh Belanda.
Pada tahun 1949, karena agresi militer kedua sekolah Indonesia ditutup dan belanda membentuk sekolah tingkat SMA. Belanda mengiming-imingkan guru-guru yang baru kehilangan pekerjaan dengan keju, beras, dan gaji yang lebih tinggi. Akhirnya didirikan SMA Perjuangan, direkturnya adalah besan dari Abdul Hakim. Pada tahun 1949, SMA Perjuangan meluluskan pelajar SMA untuk pertama kali. Sampai di Jakarta murid yang mendaftar ke universitas sedikit, maka semua pendaftar diterima. Pada saat sedang pergi ke Jakarta tahun 1949, Abdul Hakim yang telah pensiun mendapan perintah agar bergabung ke Jakarta untuk mengikuti KMB sebagai salah satu wakil Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, Abdul Hakim dipanggi lagi oleh KNPI untuk dijadikan wakil perdana menteri di Jogja. Pada masa itu Indonesia terdiri dari beberapa negara bagian, yaitu Jogja, Makassar, Sumatra Selatan, Sumatera Timur, Bali. Abdul Hakim pergi ke Jakarta menggunakan pesawat untuk berunding bersama negara-negara bagian. Ia berhasil menyatukan Indonesia sebagai negara kesatuan lagi. Setelah itu pada saat Abdul Hakim sedang berada di Jakarta, ia diangkat menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Pada saat Indonesia baru memiliki parlemen, banyak orang-orang Cina selundupan yang sering mengambil dan merusak tanah perkebunan sumatera untuk diekspor. Karena tidak ada kesepakatan, ketika Abdul Hakim mendengar orang-orang Cina di Tanjung Warawa semakin menjadi-jadi ia menyuruh polisi untuk menggusur mereka. Ketika digusur banyak orang-orang Cina yang melawan, dan menyerang polisi, akibatnya ada orang Cina yang tertembak oleh polisi. Pada saat ini di Aceh juga sedang bergejolak, karena pemerintah pusat tidak menepati janji. Jadi ketika Abdul Hakim menjadi gubernur, Aceh memberontak untuk pertama kali. Ketika ia ke aceh menaiki panser, orang-orang aceh yang bukan main fanatiknya memukul-mukul panser hingga mereka meninggal. Karena terjadi keributan di Tanjung Warawa, parlemer berdebat (pada saat itu Masyumi kuat). Kabinet akhirnya di jatuhkan dan Abdul Hakim diberhentikan sebagai gubernur.
Abdul Hakim diperintahkan mendampingi menteri dalam negeri untuk menjadi pegawai. Pada tahun 1955 diadakan pemilu pertama (pemilu bersih yang diakui seluruh dunia) dan Masyumi mendapat suara terbanyak. Abdul Hakim dijadikan menteri negara. Pada masa itu jika belum diberi jabatan oleh perdana menteri, masih bekerja di kantor perdana menteri. Tetapi Abdul Hakim dijadikan menteri pertahanan oleh perdana menteri, letak kantornya di departemen pertahanan. Ia diperintahkan untuk membenahi tentara, memberhentikan panglima angkatan darat (A.H. Nasution) dan kepala intelijen angkatan darat (Zulkifli Lubis). Karena tidak ada komandan, tetapi ada tentara maka dipilih komandan baru. Bambang Utomo (panglima Palembang) diperintahkan untuk menjadi komandan oleh Bung Karno, tetapi tidak ada yang setuju, sedangkan Bambang yang dari Jawa Timur disetujui dengan alasan ia sedang sakit TBC berat. Tidak lama kemudian Bambang dari Jawa Timur meninggal dunia. Kembali dibuat pertemuan antara kolonel-kolonel se Indonesia, Abdul Hakim disuruh memutuskan agar mereka mau bersatu. Calon-calonnya adalah Kolonel Nasution atau Kolonel Lubis. Kolonel Nasution terpilih, setelah Abdul Hakim melapor ke Burhanuddin Harahap, Kolonel Nasution kembali menjadi kepala staf Angkatan Darat. Zulkifli lubis dibebaskan dari tuduhan bahwa ia mau Bung Karno.
Pada tahun 1957 terjadi pemberontakan PRRI yaitu pemberontakan dari daerah ke pusat. Kolonel Berlian dari Sumatera Selatan mulai memberontak, diikuti Kolonel Simbolon dari Sumatera Utara, dan menjalan sampai ke Padang, Makassar dan Manado. Abdul Hakim pergi ke Pekan Baru selama 2 minggu karena di Jakarta sudah terlalu riuh. Setelah itu ia mendengar kabar bahwa semua pemberontak telah berkumpul ke Bukit Tinggi. Abdul Hakim berangkat ke Bukit Tinggi dan tinggal di rumah orang tuanya. Pada saat ini bahaya komunis makin menjadi-jadi karena Bung Karno dekat dengan komunis. Abdul Hakim tidak setuju dengan Bung Karno yang menganggap jika komunis dibubarkan maka negeri ini akan pecah. Abdul Hakim tidak kembali ke Jakarta, sehingga ketika pasukan dari Jakarta menyerang Bukit Tinggi ia ditanya sedang apa disana. Pada tahun 1961 ia meninggal di Jakarta. Pada awalnya keluarganya sempat khawatir karena tidak ada uang pensiun, tetapi ternyata sistem kepegawaian pada masa itu tidak memberhentikan uang pensiun walaupun ia sudah lama berhenti dari pekerjaan atau sudah meningga. Karena ia mempunyai 11 jabatan, maka keluarganya tercukupi.
Amira Maryana dan Januar Hakim

3 comments:

{ Diaz Compugraph Website } at: February 19, 2012 at 3:37 AM said...

Mbak Amira, saya sedang ngumpulin data dan foto para menteri dari kabinet pertama hingga sekarang.
Adakah foto Bapak Abdul Hakim ? Jika ada, bolehkah dikirimkan ke email saya ? fransjoko@yahoo.com

Thanks

{ Unknown } at: July 16, 2016 at 3:33 PM said...

Ibu saya adalah salah satu kerabat dari keluarga ini. Bisakah saya mengetahui sejarahnya lbh jauh? Trims

{ Unknown } at: December 29, 2020 at 8:17 PM said...

Nenek kami adalah adik perempuan dari Abdul Hakim H
rp.namanya Siti Jamola Hrp

Post a Comment

 

Design modified by mugimunteng | Basic Design by Dzignine in Collaboration with Trucks, SUV, Kidney Stones