otakatikawas!

otakatikawas!

Tugas 2: Saya dan Peristiwa Malari

|
Oleh: Kayrana Amadyatara XI IPA 1


KESULITAN MENCARI NARASUMBER
Saat pertama kali diberikan tugas sejarah untuk mewawancarai pelaku/saksi sejarah dari suatu peristiwa, saya bingung sekali menentukan siapa yang harus saya wawancarai. Kakek dan nenek saya dari pihak Ibu maupun Ayah sudah meninggal sejak saya masih kecil. Lalu saya mencari ke pihak keluarga, saya menemukan beberapa nama sesepuh yang mantan anggota TNI namun sayangnya sudah menjadi almarhum. Setelah mencari kesana-kemari, saya tetap tidak mendapatkan narasumber yang pas. Akhirnya saya memutuskan untuk mewawancarai ibu saya sendiri karena ia pernah menjadi saksi salah satu peristiwa sejarah, yakni peristiwa Malari 1974.

BIOGRAFI SINGKAT NARASUMBER
Ibu saya bernama Mira Rachmalia. Beliau lahir di Jakarta, tanggal 29 Desember 1963 dari pasangan Syachrial Bahar dan Mien Karmini. Ibu saya merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan di keluarga karena kakak perempuannya meninggal dunia ketika berusia 3 tahun. Ibu saya dari kecil dibesarkan di daerah pusat. Awalnya ia tinggal di daerah Menteng, kemudian pindah ke Jl. Ir. H Juanda yang berada di seberang Istana Negara.Ibu saya memulai pendidikannya di TK Adik Irma, kemudian melanjutkan ke SD Argentina di bilangan Menteng (sekarang SD HOS Cokroaminoto). Namun ketika menginjak kelas 6 SD, Ibu saya pindah sekolah ke SD Adik Irma karena ingin masuk ke SMP 1 (saat itu pemilihan sekolah menggunakan sistem rayon sehingga hanya anak yang berasal dari SD yang berada di daerah yang sama dengan SMP yang dituju boleh bersekolah di SMP tersebut). Ibu saya berhasil melanjutkan pendidikannya di SMP 1. Setamat SMP, beliau melanjutkan ke SMA 4. Ketika SMA ini Ibu saya memperkuat tim basket sekolah, dan berhasil menjuarai berbagai kejuaraan tingkat Jakarta. Ia juga pernah menjadi pemain terbaik tingkat SMA di Jakarta. Namun sayangnya beliau tidak melanjutkan karir basketnya karena memutuskan untuk kuliah. Ibu saya kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ketika kuliah inilah Ibu saya bertemu dengan Ronny Suhendi, yang sekarang menjadi ayah saya. Setelah lulus kuliah, Ibu dan Ayah saya menikah di tahun 1989, tepatnya tanggal 15 Desember. Di awal pernikahannya, kedua orangtua saya tinggal di bilangan bintaro. Ayah saya bekerja di sebuah perusahaan asuransi, dan ibu bekerja di perusahaan marketing. Tak lama, kedua orangtua saya pindah rumah ke kawasan rempoa. Ibu saya juga pindah kerja ke perusahaan asuransi Cigna. Cukup lama kedua orangtua saya menanti momongan, akhirnya saya pun lahir di tahun ke 5 perkawinan mereka. Setelah saya lahir, Ibu saya masih bekerja di kantor selama beberapa tahun sampai akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja dan merawat saya serta adik saya dirumah.

PERISTIWA MALARI
Ketika Ibu saya duduk di kelas 4 SD, terjadi sebuah peristiwa demonstrasi dan kerusuhan massal di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1974. Karena itulah peristiwa ini disebut peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Meskipun masih kecil, Ibu saya masih ingat betul keadaan saat itu serta asal-usul peristiwa ini karena selalu dijelaskan oleh Ayahnya ketika peristiwa ini berlangsung.


Waktu itu tahun ’74 ada Malari. Itu terjadi pas Perdana Mentri Jepang Tanaka datang ke Indonesia. Mahasiswa pada demo menentang kedatangan Tanaka karena dianggap Indonesia saat itu sudah dibawah pengaruh Jepang, karena waktu itu Jepang menanam banyak modal di Indonesia. Awalnya, dari tanggal 14 Malam udah mulai heboh. Tanggal 14 sore itu Mama masih diajak Opa (ayah dari ibu saya) jalan-jalan ke Sudirman. Semuanya masih aman-aman saja, walaupun banyak mahasiswa lagi demo. Tapi mulai malam, mulai ada ricuh-ricuh. Dekat rumah Mama (Jl. Ir. H. Juanda) ada kantor Astra. Astra itu asuransi punya Jepang makanya kantornya dibakar massa. Tanggal 15, mahasiswa UI long march dari Salemba ke Trisakti. Setelah itulah pembakaran terjadi dimana-mana. Dengar-dengar sih, yang bakar-bakar itu bukan mahasiswa UI tapi warga lain yang datangnya bareng sama Mahasiswa UI.

Tanggal 15 sore Opa ngajak mama keliling Sudirman lagi. Nah disitu mama liat sepanjang jalan dari Juanda sampai Sudirman bangkai mobil yang habis dibakar bergelimpangan. Semua toko dan kantor yang dimiliki Jepang dibakar. Kantor pusat Astra yang ada di Sudirman juga dibakar habis-habisan. Tahu Wisma Nusantara kan? Dulu di Wisma Nusantara yang di Bundaran Hotel Indonesia itu punya Jepang dan ada lambang Toyota besar diatasnya. Pas Malari, orang-orang manjat ke atas gedung, terus nutupin lambang Toyota itu pake kain hitam. Pokoknya semua yang berbau Jepang dihancurin deh’, tutur Ibu saya ketika saya bertanya mengenai peristiwa Malari tersebut.




Mahasiswa memang mendapat peran besar dalam peristiwa Malari tersebut. Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Namun karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tujuan utama aksi mahasiswa itu sesungguhnya menuntut pemerintah mengubah kebijakan pembangunan dan ketergantungan pada modal asing. Selain itu, juga mendesak penguasa menangani secara serius berbagai penyelewengan dan korupsi yang kian merajalela serta penguatan lembaga penyalur pendapat rakyat. Seperti yang sudah narasumber tuturkan sebelumnya, para Mahasiswa melakukan longmarch dari Salemba sampai Trisakti. Di Trisakti, mereka melakukan mimbar bebas.

Massa melakukan pembakaran, perusakan, dan penjarahan terhadap sejumlah gedung. Dalam kerusuhan yang berlangsung selama dua hari itu, 11 orang meninggal, ratusan mobil dan sepeda motor rusak, serta lebih dari 100 gedung dan bangunan hangus dibakar. Karena peristiwa Malari inilah Perdana Menteri Jepang Tanaka yang akan pulang ke Jepang berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara. Meski para tokoh mahasiswa menyatakan kerusuhan itu tidak ada kaitannya dengan demonstrasi mahasiswa, pemerintah tetap menangkap sejumlah pentolan mahasiswa. Salah satunya adalah Hariman Siregar, yang pada saat itu adalah Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia.

Tokoh Malari yang terkenal itu Hariman Siregar. Dia ketua Dewan Mahasiswa UI. Katanya sih mahasiswa gak ikut bakar-bakar dan bikin rusuh, cuma demo aja. Tapi tetep masuk daftar target penangkapan dan akhirnya ditangkep-tangkepin sama polisi. Sebagian mahasiswa juga dipenjara karena Malari itu,’ tutur Ibu saya tentang tokoh Malari ini.

‘Gak lama setelah bebas, Hariman Siregar pernah kerumah Mama. Waktu itu lagi perayaan kelulusan adiknya Opa, terus Hariman ini ternyata teman adiknya Opa. Wah, dia disambutnya heboh deh sama Opa karena saat itu dia jadi terkenal bak tokoh politik. Waktu acara itu juga, Opa banyak ngobrol-ngobrol sama dia tentang Malari ini,’ lanjut Ibu saya.

Sebuah buku pun diterbitkan untuk mengisahkan Hariman dan Malari. Buku yang berjudul Hariman & Malari ini mengisahkan dengan cukup rinci bagaimana jejak politik Hariman dimulai, peristiwa Malari,  perkembangannya, hingga kondisinya pada masa setelah reformasi.

Setelah peristiwa Malari, Jenderal Ali Moertopo menuduh eks PSII dan eks Masyumi atau ekstrem kanan adalah dalang peristiwa tersebut. Tetapi setelah para tokoh peristiwa Malari seperti Syahrir dan Hariman Siregar diadili, tidak bisa dibuktikan bahwa ada sedikitpun fakta dan ada seorangpun tokoh eks Masyumi yang terlibat di situ. Belakangan ini barulah ada pernyataan dari Jenderal Soemitro(almarhum) dalam buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jendral Soemitro dan Peristiwa Malari bahwa ada kemungkinan kalau justru malahan Ali Moertopo sendiri dengan CSIS-nya yang mendalangi peristiwa Malari.

Memang peristiwa Malari ini sampai sekarang dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang memandangnya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang (seperti yang Ibu saya tuturkan). Beberapa pengamat melihat peristiwa itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Asisten pribadi (Aspri) Presiden Soeharto (Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dan lain-lain) yang memiliki kekuasaan teramat besar.
Ada wacana tentang para petinggi militer, khususnya ‘perseteruan’ antara Jenderal Soemitro-Ali Moertopo. Kecenderungan serupa juga tampak dalam kasus Mei 1998 (antara Wiranto dan Prabowo).
Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Soeharto menghentikan Soemitro sebagai Pangkomkamtib. Aspri Presiden dibubarkan. Kepala BAKIN Soetopo Juwono diberhentikan dan dijadikan duta besar, diganti oleh Yoga Sugama. Bagi Soeharto, kerusuhan 15 Januari 1974 ini mencoreng namanya karena peristiwa itu terjadi di depan tamu negara.
Menurut buku-buku karangan Ramadhan KH dan Heru Cahyono, terlihat kecenderungan Soemitro untuk menyalahkan Ali Moertopo yang merupakan rivalnya dalam dunia politik tingkat tinggi. Soemitro mengungkapkan, Ali Moertopo dan Soedjono Humardani “membina” orang-orang eks DI/TII dalam GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam). Dalam kasus Malari, lewat organisasi itu dilakukan pengerahan massa oleh Ramadi dan Kyai Nur dari Banten. Bambang Trisulo disebut-sebut mengeluarkan Rp 30 juta untuk membayar para preman. Roy Simandjuntak mengerahkan tukang becak dari sekitar Senen. Kegiatan itu-antara lain perusakan mobil Jepang, kantor Toyota Astra dan Coca Cola-dilakukan untuk merusak citra mahasiswa dan memukul duet Soemitro-Soetopo Juwono.
Lain menurut ‘dokumen Ramadi’. Dokumen ini mengungkap rencana Soemitro menggalang kekuatan di kampus-kampus, “Ada seorang Jenderal berinisial S akan merebut kekuasaan dengan menggulingkan Presiden sekitar bulan April hingga Juni 1974. Revolusi sosial pasti meletus dan Pak Harto bakal jatuh”. Ramadi saat itu dikenal dekat dengan Soedjono Humardani dan Ali Moertopo. Tudingan dalam “dokumen” itu tentu mengacu Jenderal Soemitro.
Peristiwa Malari sampai saat ini masih menyimpan banyak misteri. Dapat dilihat dari tidak banyaknya info-info yang diumbar ke khalayak. Bahkan dalam buku otobiografi Soeharto tahun 1981 peristiwa Malari dilewatkan begitu saja.

'Padahal peristiwa ini salah satu kerusuhan terbesar di Jakarta sebelum adanya Kerusuhan Mei 1998, tapi ya memang simpang siur sampai sekarang. Gak ada yang benar-benar tahu alasan dan kelanjutan sebenarnya,' tutup Ibu Saya. 

Merupakan bagian dari sejarah Orde Baru, peristiwa Malari masih tetap gelap dan menyimpan misterinya sendiri.

3 comments:

{ Unknown } at: June 30, 2017 at 10:20 PM said...

WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D

{ BELAJAR BAHASA } at: July 29, 2020 at 2:48 AM said...

peristiwa Malari menentang dominasi Jepang

{ BELAJAR BAHASA } at: July 29, 2020 at 2:50 AM said...

komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com

Post a Comment

 

Design modified by mugimunteng | Basic Design by Dzignine in Collaboration with Trucks, SUV, Kidney Stones