MASA BALITA
Beberapa tahun sebelum saya lahir, orang tua saya pindah dari Jakarta ke Purwokerto, Jawa Tengah. Di sana saya terlahir dengan nama Astari Nandhiasa Sastrohadiwiyoto. Walaupun begitu di dalam akte kelahiran saya tidak ada nama keluarga Sastrohadiwiyoto. Kalau boleh jujur saya sedikit dendam dengan petugas akte yang membuat akte saya. Gara-gara dia, saya tidak punya nama keluarga. Di akte itu pula tertulis tanggal lahir saya, 9 Mei 1994. Ya, saya memang lahir di tanggal itu. Paling tidak tanggal lahir saya di akte tidak salah.
Saat suster di rumah sakit menyerahkan saya yang baru lahir ke ayah saya, yang pertama diucapkan oleh beliau adalah “Ih, anakku kecil amat ya?” Apa boleh buat, berat badan saya waktu lahir hanya 2,25 kg. Supaya Anda bisa membayangkan seberat apa saya dulu, cukup angkat barbel di rumah. Satu barbel biasanya memiliki berat 1 kg. Dengan demikian berat saya sama dengan mengangkat dua barbel ditambah beberapa buku.

Saat masa balita saya tidak ada kejadian yang luar biasa, jauh berbeda dengan apa yang dialami Indonesia pada masa itu. Banyak tragedi yang terjadi, seperti banyaknya aksi protes oleh masyarakat yang menyebabkan banyak korban jiwa di Papua pada akhir tahun 1994 sampai awal tahun 1995, aksi kekerasan dan kekacauan antar ras dan agama pada tahun 1995 sampai tahun 1998 di Maluku, serta terjadinya krisis ekonomi Thailand yang mempengaruhi ekonomi di Asia termasuk Indonesia, menyebabkan nilai mata uang rupiah jatuh pada tahun 1997. Sedangkan pada tanggal 22 Januari 1998, mata uang rupiah menembus angka 17.000,- per dolar AS. Tentunya pada masa-masa seperti itu bangsa Indonesia sangat mengharapkan bantuan dari IMF. Namun IMF bahkan tidak menunjukkan rencana akan memberikan bantuan kepada Indonesia.

Di TK Penabur Kasih Ibu ada kandang kelinci.yang selalu berisi paling tidak tiga kelinci. Anak – anak TK boleh meemberi merela makan dengan wortel yang sudah disediakan di samping kandang. Kelinci – kelinci inilah yang membuat kami, anak – anak TK, lupa waktu. Bahkan kadang kami menangis jika sudah disuruh pulang tapi masih ingin melihat kelinci.
Masih di tahun 1998, terjadi Tragedi Trisakti dimana adanya aksi kerusuhan dipicu oleh penembakan mahasisawa yang sedang berdemo oleh aparat. Terdapat pula aksi kriminalitas terhadapa kaum keturunan Tionghoa karena dianggap merusak negara Indonesia. Untungnya ayah saya – yang sangat mirip keturunan Tionghoa – sedang tidak di Jakarta. Saya tidak berani membayangkan jika ayah saya saat itu masih di Jakarta. Mungkin beliau bisa menjadi korban kriminalitas karena dikira keturunan Tionghoa. Tak lupa pula aksi para mahasiswa yang meminta turunnya Presiden Soeharto pada sekitar pertengahan Mei 1998.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei, Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia. Dan keesokan harinya beliau mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
MASA SD ( SEKOLAH DASAR )

Peristiwa besar yang saya ingat dari masa SD adalah maraknya pengeboman di Indonesia. Walau saya belum mampu mengerti apa itu bom, tragedi pengeboman yang terjadi beberapa kali tersebut sangat membekas di pikiran saya. Aksi – aksi tersebut disinyalir sebagai aksi – aksi terorisme.
Aksi terorisme yang pertama saya tahu adalah peledakan sebuah bom pada tanggal 1 Agustus 2000 di Kedubes Filipina di Jakarta. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
Kejadian itu terulang lagi pada tanggal 27 Agustus. Sebuah bom lainnya meledak di Kedubes Malaysia di Jakarta. Bom meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Untungnya di dalam kejadian ini tidak ada korban jiwa. Namun tetap saja kedua aksi pengeboman ini mencoreng nama baik negara Indonesia di mata dunia internasional. Walau pelaku utama pengeboman bukan merupakan warga negara Indonesia, banyak negara yang memberikan travel ban atau larangan berkunjung ke Indonesia bagi rakyatnya.
Belum selesai Indonesia berduka, terjadi serangkaian ledakan bom pada malam Natal tahun 2000 di beberapa kota di Indonesia. Peristiwa ini merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
Tahun berikutnya, yaitu tahun 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR menuntut pengunduran diri Gus Dur pada tanggan 29 Januari. Sementara saya naik ke kelas II SD, Gus Dur dilengserkan dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri, yang kemudian menjabat sebagai Presiden RI yang ke 5 (diresmikan 23 Juli). Ekonomi Indonesia membaik ditandai dengan kurs Rupiah yang lebih stabil, walaupun menurut saya di bidang lainnya pembangunan tidak begitu maju. Paruh kedua tahun ini juga diisi oleh banyak kasus bom, mengikuti peristiwa 9/11 yang mengguncang dunia saat itu.
Pada tahun 2002, saya sudah naik ke kelas 3. Bagi saya waktu itu, bisa menjadi siswa kelas tiga saja sudah sangat membanggakan. Bukan karena nilai bagus – nilai saya biasa saja – atau pun ranking yang tinggi, tapi karena sejak kecil saya ingin meniru kakak saya yang kebetulan waktu itu sudah kelas tiga.
Umur saya dan kakak saya berjarak 6 tahun. Begitu akhirnya saya masuk SD, Kakak sudah SMP. Sebelum masuk SD, setiap ada yang bertanya, “Dhea kelas berapa sekarang?”, saya pasti akan menjawab sesuai kelas Kakak saat itu. Kalau Kakak kelas tiga, maka saya akan menjawab kelas tiga. Bagaiman kalau kakak saya sudah kelas lima? Ya pastinya saya juga kelas lima. Pokoknya saya selalu ingin sama dengan Kakak.
Di saat – saat bahagia saya itu, Indonesia belum bisa turut berbahagia. Aksi terorisme belum berhenti begitu saja. Pada 12 Oktober 2002, terjadi peristiwa Bom Bali di sebuah klub malam di daerah Pantai Kuta. 202 orang yang mayoritas turis meninggal, 300 lebih luka-luka. Sebuah bom lainnya meledak di dekat konsul AS di Pantai Sanur yang tidak menimbulkan korban. Pada saat yang bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, namun tidak ada korban jiwa. Peristiwa tersebut sangat merugikan Provinsi Bali yang kehilangan banyak turis mancanegara. Kita tidak bisa menyalahkan mereka yang takut berkunjung ke Bali. Ketakutan mereka akan bom susulan sangat logis dan bisa dimengerti.
Tahun 2003 pun tidak lolos dari kasus pemboman, kasus Bom Marriott (5 Agustus) merupakan kasus yang cukup besar saat itu. Kemudian, yang cukup meresahkan masyarakat saat itu adalah kasus pemboman di Mabes Polri Jakarta (3 Februari), karena walaupun tidak memakan korban, kasus ini menimbulkan kesan pada masyarakat bahwa polisi tidak mampu melindungi mereka. Belum lagi pada bulan Mei, kedamaian antara pemerintah dan GAM berakhir, menyebabkan ditugaskannya operasi militer di Aceh.
Setelah tahun – tahun yang penuh dengan kasus pengeboman dan terorisme, pada tahun 2004 dilaksanakan Pemilihan Umum pertama setelah adanya amandemen UUD 1945 tahun 2002. Pemilihan Umum ini dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presidennya. Namun ternyata di tahun ini juga masih ada kasus bom, dimana yang terkenal saat itu adalah kasus Bom Kedubes Australia 2004 (9 September). Di tahun ini juga, Indonesia mengalami musibah bencana alam yang hebat dan kecelakaan-kecelakaan transportasi yang bertubi-tubi.
Satu minggu setelah saya Ulangan Akhir Semester I kelas V, pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi tsunami yang menghantam wilayah Sumatra Utara dan Aceh, menelan sekitar 220 ribu korban jiwa. Tsunami tersebut dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 skala Richter yang terjadi beberapa menit sebelumnya. Bencana ini dianggap sebagai bencana internasional karena efek tsunami tidak hanya menimpa Indonesia, tetapi juga negara – negara lainnya. Kejadian ini juga secara tidak langsung menarik operasi militer di Aceh yang sedang melawan GAM.
Awal pertengahan tahun 2006 merupakan tahun terakhir saya di Sekolah Dasar. Khusus untuk menghadapi Ujian Akhir, saya belajar dengan sungguh – sungguh. Sebetulnya bukan hanya untuk ujian akhir, tapi juga tes penerimaan siswa baru SMP Negeri 2. Untuk pertama kalinya saya ikut andil dalam memilih sekolah. Dan akhirnya saya pun diterima di sekolah tersebut.
MASA SMP (SEKOLAH MENENGAH PERTAMA)
Awalnya sebelum masuk SMP saya sempat membayangkan seperti apa MOS yang akan saya jalani nanti. Ternyata tidak separah yang saya kira, bahkan saya lumayan akrab dengan kakak – kakak OSIS dan tentunya dengan angkatan saya. Kebetulan saya diterima di kelas internasional. Ini pertama kalinya saya belajar di kelas internasional, dan saya membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Bukan dengan teman – teman seangkatan, tetapi dengan pelajarannya. Saya belum terbiasa dengan pelajaran yang berbahasa pengantar bahasa Inggris.
Sejujurnya saya tidak berniat memilih kelas internasional. Mama saya yang menganjurkannya. Saat saya tanya kenapa, beliau hanya menjawab, “Anggep iseng – iseng aja. Kamu juga enggak rugi apa – apa kan kalo masuk kelas internasional?”. Ya sudah, sesuai anjuran Mama, saya “iseng – iseng” mencoba kelas internasional.
Di tahun 2006 ini kembali meletus konflik perbatasan dengan Timor Leste pada bulan Januari. Tanggal 22 April, ribuan massa berkumpul untuk menolak RUU Anti Pornografi Pornoaksi. Tanggal 27 Mei, terjadilah bencana Lumpur Lapindo, yang menggenangi wilayah Sidoarjo, Jawa Timur, dan sampai saat ini belum dapat ditanggulangi sepenuhnya. Ganti rugi bagi korban Lumpur Lapindo pun tidak jelas kelanjutannya. Akhir tahun ini ditutup dengan kasus yang tragis, dimana pada tanggal 30 Desember KM Senopati Nusantara yang mengangkut 825 orang hilang di sekitar utara Pulau Mundanika, dan baru ditemukan 117 orang.
Awal tahun 2007, di malam tahun baru terjadi musibah Adam Air Penerbangan 574 yang hingga kini masih menyisakan misteri. Seluruh penumpang dan awak pesawat tidak pernah diketemukan jenasahnya dan dianggap meninggal. Kejadian ini terjadi saat saya akan naik ke kelas VIII. Liburan kenaikan kelas saat itu saya manfaatkan untuk belajar surfing di Pantai Kuta, Bali. Hasilnya lumayan, paling tidak saya sudah tidak mudah jatuh dari surf board. Tapi saya mendapatkan memar yang lebih luas dari pantat botol karena menghantam surf board saat jatuh.
27 Januari 2008, mantan presiden Soeharto meninggal dunia karena komplikasi kesehatan. Di bulan Mei, Presiden SBY mengumumkan rencananya untuk Indonesia mundur dari Organisasi Pengekspor Minyak Sedunia karena impor minyak Indonesia sudah lebih besar dari jumlah ekspornya serta produksi minyak yang gagal. Terjadi demonstrasi atas rencana pemerintah menaikkan harga minyak untuk mengurangi subsidi pemerintah.
Setahun kemudian saya sudah di tahun akhir SMP dan harus menentukan SMA mana yang akan saya pilih. Karena orang tua saya memutuskan kembali ke Jakarta, maka saya semakin bingung memilih SMA. Tadinya saya ingin masuk SMA 70 karena Mama dulu juga bersekolah di sana.
Tapi kemudian Kak Addo, sepupu saya, menyarankan untuk masuk SMA Labschool Kebayoran (lebih dikenal dengan Labsky). Kebetulan Kak Addo adalah angkatan Catruka atau angkatan 4. Kak Addo yang memanas-manasi saya untuk mencoba tes masuk Labsky. Teteh (angkatan 3 / Triseka), Kak Addo, dan Kak Antya (angkatan 5 / Pancatra) menceritakan tentang Labsky terutama Pra TO, TO, penjelajahan TO, Lalinju, dan Bintama setiap saat. Akhirnya saya tertarik juga dengan Labsky.
MASA SMA (SEKOLAH MENENGAH PERTAMA)
Setelah lolos tes masuk Labsky, saya justru bingung memilih antara Labsky dan SMA 70. Orang tua saya tidak ikut memilihkan sekolah karena menurut mereka saya harus menentukannya sendiri. Saya tidak tahu harus bagaimana, lalu saya cap-cip-cup dan memilih Labsky. Dengan demikian saya tidak perlu pusing-pusing lagi.

Setelah itu saya menjalani Pra-TO dengan kakak-kakak OSIS hingga mendapatkan nama angkatan Nawa Drastha Sandyadira (Nawastra). Tidak lupa pula Trip Observasi di Kampung Pasir Muncang. Di sana kami mempelajari kehidupan desa, bekerja di sawah, melakukan obsevasi dan presentasi. Yang paling berkesan dari TO adalah penjelajahan. Saya sendiri tidak mengerti kenapa bisa terkesan.
Bulan April 2010 muncul kasus kerusuhan di Koja, di area makam Mbah Priok dan sekitarnya. Peristiwa ini melibatkan bentrokan Satpol PP dan warga. Pada bulan Mei, diadakan sensus penduduk, yang kemudian diperpanjang sampai 15 Juni 2010. Setiap warga Indonesia wajib mendaftarkan diri dan keluarganya.
Di akhir kelas X sesudah UKK, Nawastra melaksanakan Bintama di Grup I Kopassus Serang. Mulai dari tanggal 12-17 Juni, kami tinggal di barak, belajar tata upacara militer, LCR, survival, dan lain-lain. Yang paling penting adalah Nawastra menjadi semakin kompak dan disiplin.
Bulan Juli saya kembali ke sekolah dan ditempatkan di kelas XI IPA 1, kelas saya sekarang ini. Sejak saat itu banyak kasus korupsi yang terkuak, seperti kasus Gayus. Sebagai pegawai pajak yang baru masuk, Gayus memiliki kekayaan yang jumlahnya tidak masuk akal.
Tak beda dengan akhir tahun 2010, tahun 2011 masih didominasi oleh kasus korupsi. Kasus Gayus pun belum selesai diproses. Seperti mengingat masa lalu, pengeboman kembali terjadi di Indonesia. Namun kali ini bom yang dikirimkan disamarkan dalam sebuah buku. Kejadian Bom Buku pertama kali dikirimkan untuk Ulil Abshar Abdalla pada tanggal 15 Maret 2011. Sejak itu Bom Buku ditemukan dalam paket kiriman ke beberapa tempat.
MASA DEPAN
Cita-cita saya sejak kecil tidak pernah konsisten. Dulu saya ingin menjadi arsitek. Tapi karena gambar saya jelek, saya berpindah haluan menjadi diplomat, lalu Gubernur BI, lalu sekarang saya tidak tahu lagi ingin bekerja sebagai apa.
Satu yang pasti, saya ingin lulus dari Labsky tahun 2012 dan masuk ITB melalui jalur SPMB undangan. Mungkin saya akan menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Elektro, atau Teknik Industri, atau teknik apa pun selama bukan Teknik Kimia. Bukannya saya anti dengan Pak Yusuf (guru kimia saya), tapi saya memang agak lemah di kimia.
Sesudah menyelesaikan S1 dengan IP yang – mudah-mudahan – tinggi, saya akan mencari beasiswa untuk S2 jurusan Ekonomi Manajemen atau Bisnis. Saya sudah merencanakan untuk S2 tapi belum tahu fakultas yang tepat untuk S1.
Seperti yang sudah saya katakana sebelumnya, saya tidak punya keinginan khusus untuk perkerjaan. Hanya saja saya tertarik bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lebih khususnya lagi, saya berharap bisa ditempatkan di UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund). Apa pun yang terjadi nanti, saya berharap itu yang terbaik untuk saya. Amin.
Sumber:
1 comments:
Dik Tari,
Kamu hebat. Tidak banyak orang yang bisa menceritakan kisah hidupnya secara tertulis; "dikawinkan" pula dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi seiring bertambah dewasanya sang penulis, secara akurat, tidak membosankan dan renyah dicerna.
Saya pikir, kamu tidak hanya patut menjadi diplomat karir, menjadi penulis hebat bahkan astronot pun kamu pasti bisa.
So proud of you. You make me change my perspective to the generation of 90's.
Post a Comment