otakatikawas!

otakatikawas!

16 Tahun Berpetualang

|

Muhammad Nur Pratama adalah seorang siswa SMA Labschool Kebayoran kelas XI IPA 1. Mungkin tidak banyak yang mengenal sosoknya, karena di SMAnya dia tidak tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah.

Tama, begitulah sapaan akrabnya, sedang menginjak tahun ke-17. Dia lahir di Jakarta 14 September 16 tahun silam dengan berat 3,1 kg, bayi yang cukup gemuk di zamannya. Dengan tinggi yang mencapai 51cm dan berbekal darah Jawa dari kedua orang tuanya membuat dia cukup paham untuk bercakap-cakap layaknya orang Jawa sesungguhnya. Muhammad Nur Pratama sendiri memiliki arti tersendiri, Muhammad diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, lalu Nur yang berarti cahaya, dan Pratama yang berarti anak pertama. Tama merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, sehingga membuatnya banyak belajar dan suka terhadap hal baru. Tidak hanya itu, bulan kelahirannya yaitu September membuat dia pernah tidak mendapat kesempatan mendaftar Sekolah Dasar, dikarenakan kurang umur. Beruntung ada sebuah Sekolah Dasar di Tangerang yang di menit terakhir menerimanya.

Belum genap 10 bulan sejak kelahirannya, terjadilah peristiwa Pembantaian Srebrenica di Bosnia Herzegovina. Beruntung pada saat itu, dia adalah seorang Indonesia asli dan tinggal di tanah merah-putih.
Menjelang satu tahun kehadirannya di muka bumi, masih belum banyak kemajuan di dalam dirinya. Tidak banyak respon yang Tama berikan ketika ulang tahunnya yang pertama. Belajar, semangat, dan sifat tidak kehabisan akal-lah yang membedakan dia dari bayi pada umumnya. Hal itu terbukti saat ulang tahun pertamanya, dia dapat berjalan dengan bantuan keranjang cucian di depannya.

Sampailah petualangannya di tahun kedua. Di bulan ke-14, Tama sudah dapat jalan sepenuhnya tanpa perlu menggunakan bantuan. Tidak berselang lama, 2 bulan setelahnya dia sudah dapat berbicara, walaupun masih belum banyak kata yang terucap. Perlahan tapi pasti, berbicara menjadi kesenangannya di waktu kecil. Segala sesuatu yang baru ditemukannya, tanpa menunggu lama, kata baru tersebut terucap dari bibirnya. Di tahun kedua inilah, Tama kedatangan seorang adik, sehingga dia saat ini resmi menjadi seorang kakak. Tidak mudah untuk menjadi anak pertama. Tanggung jawab untuk adik-adik kedepan harus turut dipikulnya. Keharmonisan antara kakak dan adik juga turut menjadi tanggung jawab seorang kakak, karena seorang kakak haruslah lebih dewasa daripada adik-adiknya.

Tahun ketiga bukanlah sebuah tahun-tahun indah baginya. Tidak banyak peristiwa-peristiwa menarik yang dialaminya, mengingat sang adik baru berumur tidak lebih dari satu tahun, terkecuali bagi Indonesia. Juli, 1997 adalah awal dari krisis finansial Asia yang berakibat pada hancurnya ekonomi di Indonesia dan kerusuhan masa bernuansa etnis.

1998 ditandai dengan mulai bergabungnya Tama di Kelompok Bermain. Orang Tuanya sadar jika itu sangat beresiko, mengingat 13 Mei terjadi kerusuhan di Jakarta dan kejadian tersebut merupakan pelajaran berharga hingga saat ini. Tidak banyak yang dia ingat mengenai kejadian Mei 1998, hanya satu memori yang diingat dirinya, yaitu penjarahan toko dimana-mana. Dia ingat ketika itu setelah ketegangan mereda, suasana menjadi sangat berantakan. Jalan raya dipenuhi dengan batu, toko-toko di jarah, kaca-kaca bangunan pecah, bamboo di tengah jalan raya, dan lain sebagainya. Perjalanan hidupnya di TK Islam Puspa Indah berlanjut ketika Tama naik kelas hingga menginjak tahun ketiganya dia di TK tersebut. Tidak banyak prestasi yang dimiliki oleh dia ketika TK, angklung diantaranya. Kegemarannya bermain angklung membuat Tama dan teman-temannya sering tampil di acara sekolah, TK, maupun di acara wisuda angkatannya.
 
Kisah hidupnya berlanjut ke jenjang lebih tinggi, Sekolah Dasar. Proses pembelajarannya bertambah pesat, mengingat jenjang pendidikan sudah menginjak tahap pendidikan formal. Lokasi rumahnya yang jauh dari sekolah, membuat dia harus bangun sepagi mungkin agar tidak terlambat datang di sekolah. Pamulang ke Bumi Serpong Damai, begitulah rute kesehariannya, yang mengesankan adalah dari tahun 2000-2006, kondisi akses menuju Bumi Serpong Damai tidaklah bagus. Terkadang butuh sedikit pengorbanan terhadap kendaraan pribadi, hingga pada waktu itu saat hendak berangkat sekolah, mobil yang biasa digunakan mengalami patah per keong. Sehingga membuat mobil tersebut pincang sehingga tidak layak jalan. Selain kondisi jalan yang mengkhawatirkan, dengan ketatnya durasi perjalanan, membuat Tama serta teman-teman satu jemputan menjadi terlambat di karenakan banjir dimana-mana. Sehingga, membuat akses satu-satunya menuju Bumi Serpong Damai adalah melalui parung. Perlu perjuangan ekstra untuk mencapai sekolah.

1 tahun setelah masuknya Tama di SD Islam Cikal Harapan, BSD, terjadilah sebuah peristiwa bersejarah bagi salah satu negara adidaya, Amerika Serikat. 11 September adalah kenangan buruk bagi New York, jika mengingat peristiwa pengeboman WTC, yang menyebabkan gedung tertinggi di dunia saat itu harus menjadi rata dengan tanah dan banyak orang berguguran.

Di umurnya yang menginjak 8 tahun, atau pada pertengahan tahun 2002, diselenggarakannya sebuah acara dunia yang bertajuk sepak bola, World Cup. Ajang sepak bola bergengsi tak mengenal umur, sehingga membuatnya mulai mendukung negara Brazil di saat itu, walaupun tanpa berbekal pengetahuan yang baik mengenai persepak bola-an, apalagi Brazil, negara yang letaknya di belahan bumi lain.

Petualangannya yang hampir genap 9 tahun, membuat kedua orang tuanya memasukan Tama ke berbagai macam institusi pendidikan non-formal, dari les menggambar, bahasa inggris hingga piano. Bakatnya menggambar ketika kecil, membuat dia mendapat juara 1 lomba menggambar saat duduk di kelas 3 SD. Namun sayang, ketidak tertarikannya pada piano membuat lesnya tidak dapat berjalan semestinya.

Tidak banyak yang menarik di kisah hidup Sekolah Dasarnya. Sejak kecil, Tama adalah seorang yang senang berpergian. Entah itu dengan bersepeda bersama tetangganya, hingga mudik yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya setiap tahun. Kecintaannya terhadap mudik, membuatnya hampir pernah mengunjungi kota-kota di pulau Jawa, dari anyer hingga Banyuwangi. Perjalanan mudik dengan mobil, adalah kesukaannya. Walaupun menurut berbagai orang adalah melelahkan, namun baginya itu adalah sebuah hal unik yang hanya ada di Indonesia sebagai ladang silaturahmi antara perantau dan keluarganya di daerah.

Singkat cerita, Tama lulus dari SD Islam Cikal Harapan dan melanjutkan pendidikannya di SMP Labschool Kebayoran, Jakarta. Lokasi antar keduanya yang cukup jauh, 199 teman baru, merupakan proses berat untuk menjadi bagian di dalamnya. Apalagi mengingat rumahnya yang cukup jauh, sehingga 5.30 menjadi satu-satunya waktu yang tepat untuk berangkat. Jika hanya lebih sekian menit, maka terlambat adalah konsekuensinya.

Tidak semua orang dapat mudah untuk bertahan hidup di lingkungan yang sepenuhnya adalah baru. Kebiasaan baru, teman baru, lingkungan baru, adalah 3 dari banyak hal baru yang dijumpainya saat pertama kali memijakkan kaki di SMP Labschool Kebayoran. Pesimis, itu yang dipikirkannya pertama kali. Semangatnya lalu menutupi semua pemikiran buruknya, sehingga hari pertama Masa Orientasi Siswa dapat berlangsung baik, walaupun disaat teman-teman lainnya sudah botak, yang notabene sebagai syarat, dia belum.

Awal perjalanannya di Sekolah Menengah Pertama, dimulai dengan bersosialisasi dengan lingkungan terdekat, yaitu kelas 7A, dengan nama lain VIIrtuAl. Berkenalan dengan banyak teman baru dari berbagai latar belakang, begitulah kelas dimana dia masuk. Dengan warna-warni di dalamnya, membuat bhineka tunggal ika sangat kental. Petualangan 7A dimulai dengan Studi Lapangan AKTUAL di berbagai tempat menarik di Jakarta dan sekitarnya. Lebih lanjut, Tama, dan teman satu kelompoknya berhasil mendapatkan juara 1 di Ajang Kreatifitas Tim Unjuk Aksi Lapangan.

Tidak berhenti di kelas 7A, tujuan kelas selanjutnya adalah 8B atau ro8Binhood. Disini Tama mulai tertarik dengan organisasi, hal tersebut direalisasikannya dengan mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa. Selesai dari LDKS, dia bergabung dalam Majelis Perwakilan Kelas untuk masa jabatan 2007-2008 dengan jabatan pendidikan. Pelantikan MPK dilakukan bertepatan dengan momen peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus, dengan berlari dari Museum Satria Mandala hingga Labschool Kebayoran. Lari lintas juang namanya, merupakan simbol dari perjuangan pahlawan yang telah gugur. Dari situ, dia belajar bahwa semangat dan perjuangan berada lekat di dalam pribadi jiwa dan raga seorang pahlawan.

Perjuangan hidup di SMP berlanjut kemudian, Bina Mental Siswa (BIMENSI) di Angkatan Laut Republik Indonesia regional Cilandak adalah fase selanjutnya. Pengalaman baru untuk berinteraksi dengan orang-orang dibalik semangat mempertahankan NKRI, membuatnya tertarik untuk bergabung dalam BIMENSI. Lebih lanjut, di Marinir banyak pembelajaran yang dia dapatkan, khususnya terkait dengan jiwa korsa dan pertahanan hidup.

UAN di penghujung tahun ajaran 2008-2009, adalah detik-detik terakhir Tama menapakkan kakinya di lingkungan SMP Labschool Kebayoran. Fase-fase Sekolah Menengah Atas menunggu di depan mata, pilihan berat baginya disaat dihadapkan dengan pilihan masa depan. Antara SMAN 8 Jakarta dengan SMA Labschool Kebayoran.

SMA Labschool Kebayoran menjadi destinasi selanjutnya. Berbekal teman-teman dari Sekolah Menengah Pertama, membuatnya mudah untuk memulai proses-proses sosial. Masa Orientasi Siswa, sebagai pintu gerbang karirnya di SMA. Seperti MOS-MOS biasanya, versi MOS SMA kali ini terasa menarik. Team building menjadi salah satu kegiatan yang menjadi prioritas selama Masa Orientasi Siswa berlangsung.

Petualangan dia selanjutnya setelah Masa Orientasi Siswa adalah Trip Observasi. Desa Pasir Muncang di Purwakarta, Jawa Barat menjadi venue untuk TO 2009. Lokasi di perbukitan, jauh dari kota, jauh dari teknologi, kesan alami, membuat Pasir Muncang nyaman untuk ditinggali selama beberapa hari, diluar dari kepenatan dan kepadatan kota Jakarta.

Trip Observasi pun dapat dikatakan menjadi kegiatan bersejarah bagi angkatan. Pra Trip Observasi dimulai dengan tercetusnya nama angkatan 9, Nawa Drastha Sandyadira, dan terpilihnya 3 ketua angkatan, Nabel, Danto, dan Olaf.

Tidak hanya berhenti di Trip Observasi, di akhir tahun ajaran 2009-2010, BINTAMA menjadi tantangan berikutnya. Setelah Ujian Akhir Semester selesai, setiap siswa di angkatan Nawastra diwajibkan untuk botak menjelang BINTAMA 2011 dilaksanakan di Komando Pasukan Khusus, Serang.

Kecintaannya terhadap organisasi, membuat di awal 2011, Tama bergabung dengan berbagai komunitas/gerakan. The Climate Project Indonesia adalah salah satunya, setelah mengikuti The Climate Project Asia-Pacific Summit di awal Januari, dia menjadi salah satu Presenter TCP di Indonesia. Tidak hanya di masalah lingkungan hidup, pengembangan pemuda menjadi salah satu minatnya. Bergabungnya dia dengan komunitas Look Around dan acara POTENSI 2011, menjadi salah satu pengembangan dirinya dalam berorganisasi.

Mimpi dia dalam jangka waktu dekat adalah dapat lulus dari SMA Labschool Kebayoran dengan nilai memuaskan dan berkuliah di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung angkatan 2012. Setelah periode kuliah S1, tahun 2016, dia bercita-cita untuk dapat melanjutkan kuliah di bidang Marketing atau Manajemen, sehingga kedepannya, dapat menjadi sosok yang berguna bagi Indonesia, karena menurut ayahnya:

Indonesia butuh seorang Engineer dengan tingkah laku yang baik, wawasan luas, pengetahuan luas, pola pikir rasional, serta etika yang dapat dibanggakan.” -ayah

Begitulah penggalan kisah hidupnya saat ini. Dengan belajar dan belajar, harapannya adalah menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Karena:

“Masa lalu adalah sejarah, hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini.”

0 comments:

Post a Comment

 

Design modified by mugimunteng | Basic Design by Dzignine in Collaboration with Trucks, SUV, Kidney Stones