otakatikawas!

otakatikawas!

Saya, dan Saksi '98

|
oleh : Farid Azianto

Kesulitan mendapatkan tokoh hingga akhirnya mendapatkan tokoh
Pada saat itu kami sekelas sedang belajar sejarah. Seperti biasa pelajaran sejarah pada hari Rabu, waktu setelah istirahat pertama. Saat itu bulan april 2011. Lalu, kami diberikan tugas sejarah yang berisi 4 tugas yang harus di selesaikan hingga akhir semester 2 kelas XI IPA. Pertamanya, saya mengira hanya ada satu tugas yaitu biografi. Ternyata terdapat 4 tugas sejarah yang di berikan salah satunya harus mewawancarai tokoh yang terlibat atau memiliki peran dalam sejarah sekala nasional atau pun internasional.
Dalam kesulitan mencari narasumber yang dapat saya wawancarai, saya berpikir siapakah yang dapat saya wawancarai. Saya bertanya kepada ibu saya apakah dapat membantu saya mendapatkan narasumber yang dapat diwawancarai. Saya juga berharap, saya dapat menemukannya segera karena masih ada tugas yang lainnya yang harus saya kerjakan. Setelah mendapatkan penjelasan secara terperinci dari guru sejarah saya, saya memahami bahwa tokoh yang dapat diwawancarai tidak hanya tokoh-tokoh yang terlibat langsung tetapi boleh saksi sejarah. Karena saya kesulitan mancari narasumber yang dapat di wawancarai, maka saya bertanya pada Ibu saya dan menjelaskan bahwa narasumber yang dapat diwawancara dan dibutuhkan oleh tugas saya boleh saksi sejarah.

Saya dan Ibu saya versama mencari narasumber. Akhirnya, Ibu saya mendapatkan nara sumber dari rekan-nya. Ia bilang dia adalah saksi sejarah kerusuhan Mei 1998. Akhirnya pada hari Sabtu, 28 mei 1998 saya langsung mewawancarai tokoh tersebut, sehari setelah Ibu saya mendapatkan informasi tentang tokoh tersebut.  Saya berangkat pagi dari rumah saya, sekitar jam 9. Karena rumah saya berlokasi di Petukangan selatan, maka saya tidak menepuh jarak terlalu jauh untuk tiba ke lokasi di Ciledug. Saya diantarkan bersama paman saya menuju lokasi. Saya diberikan nomor telepon, dan alamat tokoh  tersebut. Perjalanan kurang lebih setengah jam, saya akhirnya tiba di kediaman beliau, Pak Dirja.

Kesaksian beliau tentang kerusuhan Mei 98
Tokoh yang saya wawancarai bernama Pak Dirja. Beliau lahir Oktober, 1958 di Senayan. Tubuh beliau sudah terlihat tua di usia 52 tahun.  Tingginya sekitar 165 cm, lebih pendek dariku. Memang tidak banayk dari biografi Bapak ini karena ia tidak terlalu memperhatikan masa lalunya.Bapak yang pernah menjadi saksi sejarah tersebut dulu menjadi FKPM(Forum Kemitraan Polisi Masyarakat). 
Organisasi FKPM bukan polisi tapi mitra sejajar, yang dibentuk untuk dapat berperan aktif membantu tugas kepolisian. FKPM merupakan forum independen yang tidak terikat dengan sebuah oganisasi politik maupun lainnya, dan tidak boleh menggunakan lambang atau satgas untuk melakukan politik praktis. Selain itu dapat merangkul semua komponen masyarakat untuk berperan aktif menjaga situasi kamtibmas yang kondusif. Untuk itu didalam kegiatannya FKPM tetap melakukan kordinasi pula dengan Polmas dan Polsek setempat untuk saling bersinergi dalam menciptakan situasi yang kondusif sehingga masyarakat merasa terayomi dan terlayani.
Maka  FKPM, adalah mitra polisi sebagai penghubung antara masyarakat dan kepolisian. Mereka yang menyelesaikan masalah jika dapat diselesaikan dengan kekeluargaan. Jika kekeluargaan tidak dapat terselaisaikan, maka barulah mereka melapor ke hukum yaitu kepolisian. 

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei - 15 Mei 1998, khususnya di ibu kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.
Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.

Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Peristiwa ini mirip dengan Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama besar yang dianggap provokator kerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengeluarkan pernyataan berkontradiksi dengan fakta yang sebenarnya yang terjadi dengan mengatakan sama sekali tidak ada pemerkosaan massal terhadap wanita keturunan Tionghoa disebabkan tidak ada bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun demikian umumnya orang setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian terhadap orang Tionghoa.

Pernyataan diatas memang tidak jauh berbeda dengan apa yang di saksikan pak Dirja. Ia menjelaskan benar-benar situasi yang rusuh pada masa tersebut. Semua orang pria, wanita, tua, muda bercampur menjadi satu. Jalanan penuh sehingga sangat sulit untuk bergerak. Kerusuhan yang tidak dapat dihindarkan dan terjadi hampir di seluruh wilayah jakarta.di jakarta masyarakat mulai golongan tua sampai muda melakukan penjarahan,Perampokan , pembunuhan ,pemerkosaan ,pembakaran, perusakan hingga membuat indonesia yang mulai periode orde baru sampai tahun itu mencapai ekonomi yang sangat stabil pada tahun itu mencapai keadaan yang benar-benar Chaos atau Rusuh total khususnya di Jakarta. Banyak para warga kampung mulai turun di jalan tol dalam kota untuk melakukan perusakan pada setiap mobil yang melalui jalur tersebut.kerusuhan banyak ditargetkan untuk menjarah Toko-toko besar didaerah seperti mangga dua yang banyak terjadi banyak pembakaran.

 Bentrok antara aparat dan massa

Di daerah Ciledug, tepatnya daerah bertugas-nya Pak Dirja sebagai anggota FKPM, terjadi hal yang memilukan. Saat itu hari Rabu, 14 Mei 1998. Daerah Borobudur, Ciledug, terjadi penjarahan di took swalayan Ramayana. Lautan manusia melakukan penjarahan besar-besaran pada toko tersebut. Benar-benar pemandangan yang sangat memilukan, itu yang dikatakan Pak Dirja. Ia menyaksikan toko swalayan tersebut dijarah mulai dari lantai dasar hingga lantai yang paling atas penuh sesak dengan orang. Tiba-tiba muncul asap dari dalam toko tersebut. Pak Dirja dengan jelas menyaksikan hal tersebut, karena ia tepat berada di depan toko tersebut, tetapi berada di seberang jalan toko Ramayana. Setelah asap maka muncullah kobaran api sehingga membakar toko yang penuh disesaki orang yang sedang menjarah. Teriakan minta tolong, tangisan, dan teriakan saling bersahutan di dari dalam toko tersebut. Ada yang sampai loncat menembus jendela toko swalayan tersebut untuk menyelamatkan diri. Masyarakat yang menyaksikan tidak dapat melakukan apa-apa karena kobaran api yang besar termasuk Pak Dirja. Hawa panas karena kobaran api tersebut sampai terasa walaupun sudah menghindar beberapa meter. Benar-benar pemandangan yang memilukan, itu yang selalu dikatakan Pak Dirja jika mengenang peristiwa tersebut.Bagaimana nasib nyawa orang yang berada di dalam toko Ramayana tersebut? Pak Dirja juga tidak tahu”Nyawa benar-benar tidak ada artinya, karena semua orang nekat menjarah”kenang Pak Dirja. “Satu hal yang membingungkan, kenapa orang satu saja bisa ngangkat kulkas yang berat gitu?”kata Pak Dirja tentang penjarahan yang terjadi Mei 98. Ia juga bercerita bahwa alat transportasi yang laku pada masa itu adalah ojek. Mengapa? Karena kendaraan seperti taksi saja tidak bisa melewati semua jalan karena penuhnya jalan yang di penuhi oleh massa. Jika ada lautan samudera, maka yang ada saat itu adalah lautan massa.

Apakah ada cara untuk menghindari jarahan massa? Caranya dengan memasang spanduk yang ditulis “milik pribumi”. Tapi bagaimana jika diketahui bahwa toko tersebut milik etnis Cina oleh massa? Pak Dirja mendapatkan cerita dari temannya, barang dagangannya di sembunyikan dibelakang toko, jadi tidak terlihat. Ini di ceritakan rekan Pak Dirja yan pernah kerja di toko milik etnis Cina. Maka otomatis toko tersebut tidak dapat perlakuan dijarah oleh massa. 


Pak Dirja, yang sekarang masih anggota FKPM berharap bahwa kejadian tersebut tidak lagi terulang di masa-masa sekarang. Sungguh peristiwa yang mencekam. Peristiwa yang terjadi di toko swalayan tersebut sangat menakutkan, melebihi peristiwa Malari 1974 kenang Pak Dirja. “Dulu saya juga lihat Malari, tapi yang paling memilukan yaa peristiwa pembakaran Ramayan itu” kenang Pak Dirja. Harapan Pak Dirja semoga terus terwujud hingga kapan pun, karena peristiwa tersebut tidak memiliki keuntungan semua pihak. Saya juga berharap kerusuhan Mei 1998 tidak terulang lagi.
 Saya(kanan) dan Pak Dirja

2 comments:

Anonymous at: October 7, 2016 at 5:06 AM said...

I think your blog is good to read and need to be updated to be great for readers
poker88

{ Iqbal Ferren ( Iqbal Muhammad Yunazwardi ) } at: April 26, 2018 at 11:52 PM said...

halo mas, saya juga ingin menemui pak dirja. Apakah ada kontak atau dimana bisa saya temui beliau? terima kasih sebelumnya

Post a Comment

 

Design modified by mugimunteng | Basic Design by Dzignine in Collaboration with Trucks, SUV, Kidney Stones